Sabtu, 12 Februari 2011

UJI MASTITIS

LEARNING OBJECTIVE
  1. UJI PEMERIKSAAN MASTITIS
  2. KARAKTERISTIK BAKTERI PENYEBAB MASTITIS
  • Staphylococcus aureus
  • Streptococcus agalacticae
  • Streptococcus dysagalactiae

UJI PEMERIKSAAN MASTITIS
Pemeriksaan fisis kelenjar susu dilakukan secara inspeksi dan palpasi, dilakukan setelah pemerahan seluruh isinya sampai habis. Perlu diperhatikan konsistensi kelenjar, suhunya dan adanya bentukan-bentukan abnormal pada puting (Subronto, 2003).
Pemeriksaan berdasarkan adanya sel di dalam air susu meliputi uji katalase, Whitesite, CMT, Wisconsin Mastitis Test, dan Brabant Mastitis Test (Subronto, 2003).
Cara melakukan uji CMT. Kedalam keempat telapa yang khusus dibuat untuk pengujian, dimasukkan air susu dalam curahan pertama pada masing-masing puting untuk 1 telapa, sebanyak 2 ml. Selanjutnya ditambahkan reagen antara lain alkyl aryl sulfonate, NaOH 1,5%, dan Broom kresol purple, dengan enceran terakhir 1:10.000, jumlahnya tidak boleh kurang dari air susu dalam tiap telaga. Apabila kurang, reaksi akan jadi kurang peka. Selanjutnya telapa diputar dengan tangan selama 10 detik. Pada akhir putaran reaksi diamati dan nilai-nilai N (negative), T (Trace), Pos 1, Pos 2 dan Pos 3 digunakan, berdasarkan atas pembentukan gel pada dasar dari larutan. Gumpalan dari jonjot merupakan hasil reaksi antara sel- sel dalam air susu dengan reagen, berwarna putih abu-abu dalam larutan yang berwarna ungu (Subronto, 2003).
Kriteria hasil CMT, jumlah 1 sel per ml air susu dan persentase PMN adalah sebagai berikut:


Negatif         0 - 200.000
Trace           150 – 500.000
Positif           1 400 – 1.500.000
Positif           2 800 – 5.000.000
Positif 3        Di atas 5.000.000
(Subronto, 2003)

Jumlah sel mencerminkan beratnya proses radang kelenjar susu. Apabila jumlah sel dalam air susu tangki melebihi 300.000 sel/ml diduga pada peternakan yang bersangkutan ada sapi yang menderita radang (Subronto, 2003).
Penentuan diagnosis radang ambing yang bersifat subakut sering sekali semata-mata didasarkan atas perubahan air susu dan penelitian hasil laboratorik. Uji mastitis Whitesite, atau CMT menunjukkan reaksi positif ringan. Pada yang akut, apalagi yang akut, pemeriksaan di lapangan akan memberikan hasil yang konklusif. Pada yang akut pemeriksaan laboratorik selalu dijumpai kenaikan jumlah sel, maupun kuman penyebabnya sendiri. Pada diagnosis banding perlu dipertimbangkan busung yang kebanyakan terjadi setelah kelahiran atau gangguan organik lainnya, baik yang bersifat traumatik maupun yang bersifat infeksi. Gangguan traumatik yang disertai pecahnya pembuluh darah dalam kelenjar dapat menyebabkan air susu yang keluar bercampur darah (Subronto, 2003).


KARAKTERISTIK BAKTERI PENYEBAB MASTITIS
Staphylococcus aureus
Staphylococcus adalah bakteri coccus gram positif, memiliki diameter sekitar 1 μm, yang cenderung muncul bergerombol menyerupai seikat anggur. Nama Staphylococcus berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata staphyle dan kokkos, yang masing-masing berarti ’seikat anggur’ dan ’buah berry’. Kurang lebih terdapat 30 spesies Staphylococcus secara komensal terdapat di kulit dan membran mukosa; beberapa diantaranya dapat bersifat patogen oportunis menyebabkan infeksi pyogenik (Tyasseta., F. 2009).
Staphylococcus bersifat anaerobik fakultatif yang dapat tumbuh secara aerobik maupun fermentasi yang menghasilkan asam laktat. Staphylococcus aureus membentuk koloni berwarna kuning yang agak besar pada media yang diperkaya dan bersifat hemolitik pada agar darah (Tyasseta., F. 2009).
S. aureus dapat tumbuh pada temperatur antara 150 – 450C dan pada NaCl 15%, mampu memfermentasi mannitol, serta mampu memfermentasi glukosa menghasilkan asam laktat (Todar, 2005). Staphylococcus merupakan bakteri non motil, tidak membentuk spora, serta menunjukkan hasil positif pada uji katalase dan oksidase negatif (Tyasseta., F. 2009).

Streptococcus
Istilah Streptocccus pertama-tama digunakan oleh Billroth (1874) untuk menggambarkan bentuk coccus berbentuk rantai pada luka yang terinfeksi. Streptococcus adalah sel yang bulat atau sferis, tersusun berpasangan atau dalam bentuk rantai, merupakan bakteri Gram positif. Streptococcus adalah golongan bakteri yang heterogen. Semua spesiesnya merupakan bakteri non motil, non-sporing dan menunjukkan hasil negative untuk tes katalase dengan syarat nutrisi kompleks. Semuanya anaerob fakultatif, kebanyakan berkembang di udara tetapi beberapa membutuhkan CO2 untuk berkembang (Wijayani., 2009).
Semua spesies pada Streptococcus tidak dapat mereduksi nitrat. Streptococcus memfermentasi glukosa dengan produk utama adalah asam laktat, tidak pernah berupa gas. Banyak spesies merupakan anggota dari mikroflora normal pada membran mukosa pada manusia ataupun hewan, dan beberapa bersifat patogenik. Streptococcus digolongkan berdasarkan kombinasi sifatnya, antara lain sifat pertumbuhan koloni, pola hemolisis pada agar darah (hemolisis atau tanpa hemolisis), susunan antigen pada zat dinding sel yang spesifik untuk golongan tertentu dan reaksi-reaksi biokimia (Wijayani., 2009).

Streptococcus agalacticae
Mempunyai simpai sebagai komponen virulensi utama, antibodi antisimpai bersifat protektif jika dibantu oleh sel-sel fagosit yang kompeten dan komplemen. Streptococcus agalactiae mampu bertahan pada inang dalam temperature tinggi, tergantung dari kemampuannya untuk melawan fagositosis. Isolat dari Streptococcus agalactiae memproduksi kapsul polisakarida. Kapsul polisakarida tersebut tersusun atas galaktosa dan glukosa, berkombinasi dengan 2-acetamido-2-deoxyglucose, N-acetylglucosamine dan pada ujungnya terdapat asam sialik, yang memberikan muatan negative (Wijayani., 2009).
Kapsul polisakarida tersebut merupakan faktor virulensi yang penting. Kapsul-kapsul tersebut menghalangi fagositosis dan sebagai komplemen saat tidak ada antibodi. Hasil selanjutnya dihilangkan bersama dengan pengeluaran residu asam sialik, dan kekurangan serum antibodi untuk melengkapi antigen tidaklah opsonik. Meskipun infeksi/penyerangan bisa saja dihubungkan dengan semua serotype, namun golongan dengan kapsul serotype III mendominasi isolat dari infeksi neonatal (Wijayani., 2009).

Streptococcus agalactiae termasuk dalam genus Streptococcus golongan B. Bakteri ini merupakan bakteri Gram positif. Streptococcus agalactiae merupakan sebagian dari flora normal pada vagina dan mulut wanita pada 5-25 %. Bakteri ini secara khas merupakan hemolitik dan membentuk daerah hemolisis yang hanya sedikit lebih besar dari koloni (bergaris tengah 1-2 mm). Streptococcus golongan B menghidrolisis natrium hipurat dan memberi respons positif pada tes CAMP (Christie, Atkins, Munch-Peterson), peka terhadap basitrasin (Wijayani., 2009).

Streptococcus dysagalactiae
Bakteri ini menempel pada permukaan sel epitel glandula mammae. Bakteri ini melakukan penetrasi terhadap epitel alveolar dan duktus yang lebih kecil untuk menjangkau jaringan internasiner. Pada satu peneletian mastitis yang diakibatkan oleh Staphylococcus dysagalactiae di tikus bahwa bakteri bergabung dengan sel sekretori, yang membatasi lumen asiner seperti vakuola. Streptococcus dysgalactiae sering meneyebabkan masititis pada sapi perah (Calvinho & Oliver. 2009).



DAFTAR PUSTAKA

Calvinho., L.F.; & Oliver., S.P. Invasion and Persistence of Streptococcus dysgalactiae Within Bovine Mammary Epithelial Cells. Department of Animal Science, Institute of Agriculture. The University of Tennessee. http://www.ca.uky.edu/agc/pubs/asc/asc140/asc140.pdf

Hidayat., A.; Effendi., P.; Fuad., A.A.; Patyadi., Y.; Taguchi., K.; Sugiwaka., T. Buku Petunjuk Praktis Untuk Peternak Sapi Perah Tentang Manajemen Kesehatan Pemerahan. http://www.disnak.jabarprov.go.id/data/arsip/BAB%2016.pdf. Diakses tanggal 20 April 2009

Kartasudjana., R. 2001. Teknik Kesehatan Ternak. Departemen pendidikan nasional Proyek pengembangan sistem dan standar pengelolaan SMK. Direktorat pendidikan menengah kejuruan. Jakarta

Subronto., 2003. Ilmu Penyakit Ternak I. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Tyasseta., F. 2009. Diagnosa Koksidiosis dan Infeksi Staphylococcus Aureus pada kelinci (Oryctolagus cuniculus) E 114. Diakses tanggal 20 April 2009. http://koas.vet-klinik.com/index.php?option=com_content&view=article&id=49&limitstart=1

Wijayani., C. Streptococcus agalactiae. Fak. Farmasi Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta. http://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/ini-aja1.pdf. Diakses tanggal 20 April 2009.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar