Jumat, 28 Januari 2011

TRANSFER EMBRIO

LEARNING OBJECTIVE
  1. METODE TRANSFER EMBRIO
  2. SELEKSI & PERSIAPAN DONOR/RESIPIEN

Metode Transfer Embrio
Transfer embrio (TE) merupakan generasi kedua bioteknologi reproduksi setelah inseminasi buatan (IB). Teknologi ini memiliki kelebihan dari ilmu reproduksi lainnya seperti IB. Transfer embrio merupakan suatu proses, mulai dari pemilihan sapi-sapi donor, sinkronisasi birahi, superovulasi, inseminasi, koleksi embrio, penanganan dan evakuasi embrio, transfer embrio ke resipien sampai pada pemeriksaan kebuntingan dan kelahiran. Transfer embrio memiliki manfaat ganda karena selain dapat diperoleh keturunan sifat dari kedua tetuanya juga dapat memperpendek interval generasi sehingga perbaikan mutu genetik ternak lebih cepat diperoleh. Selain itu, dengan TE seekor betina unggul yang disuperovulasi kemudian diinseminasi dengan sperma pejantan unggul dapat menghasilkan sekitar 40 ekor anak sapi unggul dan seragam setiap tahun, bila dibandingkan dengan perkawinan alam atau IB hanya mampu melahirkan 1 ekor anak sapi pertahun. Bahkan bisa dibuat kembar identik dalam jumlah yang banyak dengan menggunakan teknik "kloning" (Anonim., 2009).

Target dari teknologi ini adalah perbaikan mutu genetik ternak melalui perbaikan mutu genetik induk dengan meningkatkan potensi reproduksinya. Hal ini hanya akan dapat dicapai dengan pengembangan teknologi ovulasi ganda, embrio recovery dari ternak donor dan transfer embryo ke ternak penerima yang akan meningkatkan laju reproduksi pada ternak betina donor. Pada negara yang telah maju hal ini digunakan sebagai skema inti dari program pemuliaan untuk meningkatkan mutu genetik ternak. Walaupun demikian dalam penerapannya di lapangan variasi embrio recovery yang diikuti terjadinya generation intervals dapat menyebabkan menurunkan tingkat seleksi, yang akhirnya dalam evaluasi dan seleksi ternak mengakibatkan terjadinya inbreeding antara ternak-ternak yang terdapat di dalam lokasi inti. Walaupun demikian, ternak yang terdapat di lokasi inti dari suatu program peternakan dapat digunakan sebagai pusat pengkajian dan penerapan bioteknologi reproduksi dimasa yang akan datang.

Sejak tahun 1975 MOET sudah diterapkan pada sapi pedaging, sedangkan pada sapi perah baru diterapkan pada tahun 1977. Pada sapi perah, penerapan MOET untuk peningkatan mutu genetik hanya dapat dicapai dengan adopsi inovasi program pemulian (breeding program) yang lebih detail terutama dalam seleksi baik jantan dan betina, dan ini sangat berbeda sekali dengan program seleksi yang dilakukan dengan menggunakan progeny test dimana jumlah tenaga yang digunakan sangat besar sehingga harus disadari bahwa penerapan MOET pada program sapi perah harus merupakan seluruh program seleksi yang utuh dan dapat dilakukan oleh jumlah tenaga yang sedikit saja. Program MOET yang diterapkan pada program inti dengan jumlah sapi yang kecil dapat mempercepat peningkatan mutu genetik antara 10% sampai 25% (Lubis., 2000).

Teknologi transfer embrio adalah aplikasi bioteknologi reproduksi ternak melalui teknik Multiple Ovulation Embrio Transfer (MOET) serta rekayasa genetik untuk meningkatkan mutu genetik dalam waktu yang lebih singkat dan jumlah yang lebih banyak. Pedet (anak sapi) hasil transfer embrio langsung adalah murni turunan betina donor dan pejantan unggul (Pedigree), sedangkan jika menggunakan teknik Inseminasi Buatan untuk mendapatkan turunan yang mendekati murni (F5) dibutuhkan waktu 20-25 tahun. Teknik produksi embrio dapat dilaksanakan dengan bebrapa cara seperti cara konvensional atau in vivo dan metode in vitro serta Oocyt Pick Up (OPU). Sedangkan untuk pengembangan dan peningkatan produksi dalam rangka penekanan biaya produksi dapat diterapkan teknik kloning Embrio. Embrio yang digunakan untuk transfer embrio dapat berupa embrio segar atau embrio beku (freezing embrio).

Embrio beku efisien untuk dipakai karena dapat disimpan lama sebagai stock dan apat dibawa kedaerah-daerah yang membutuhkan.Sedangkan embrio segar hanya dapat di transfer pada saat produksi di lokasi yang berdekatan dengan donor.

Adapun manfaat dan keuntungan dari pelaksanaan transfer embrio adalah sebagai berikut:
  • Meningkatkan mutu genetik ternak dalam waktu relatif pendek (mempertinggikapasitas produksi sapi betina induk atau dara dan pejantan (bull).
  • Meningkatkan penyediaan sumber bibit unggul.
  • Memanfaatkan sapi lokal yang kurang unggul untuk menghasilkan keturunan yang unggul.
  • Meningkatkan pendapatan masyarakat (Anonim., 2009).
Produksi embrio tergantung pada ketersediaan sarana dan prasarana SDM dan sapi betina unggul hasil TE sebagai donor. Distribusi embrio diarahkan ke lokasi pengembangan yaitu UPT Pusat Daerah, Pembibitan swasta dan Pusat pembibitan ternak rakyat yang ditujukan untuk meningkatkan mutu genetik dengan ketersediaan anak keturunan yang banyak maka diarahkan kepada:
  • Embrio transfer Jenis Sapi Potong. Untuk menghasilkan bibit yang akan menghasilkan bibit dasar dengan pertambahan bobot badan > 1,5 kg/hari dan mencapai berat > 400 kg pada umur 1,5 tahun. Yang telah di produksi antara lain Simenthal, Limousin Brangus, Brahman, Angus dan Crossing Simenthal dan Brahman
  • Transfer embrio sapi perah. Untuk menghasilkan bibit dasar (Fondation stock) dengan kriteria dari induk produksi susu > 7000 kg laktasi dan untuk pejantan mewariskan produksi susu > 10.000 kg laktasi. Bangsa yang telah di produksi adalah FH.
Tiga (3) Faktor penting yang harus diperhatikan guna keberhasilan pelaksanaan TE ;
  • Kwalitas embrio yang akan di transfer, umur, kualitas, jenis embrio (beku/segar) dan metode pembekuan serta adanya kontaminasi atau infeksi pada embrio
  • Tingkat keterampilan petugas dalam mentransfer antara lain kemampuan mendeposisikan embrio secara tepat (1/3 apex cornu uteri) dan cepat, serta tidak terjadi luka pada uterus
  • Respon sapi resipien terhadap sinkronisasi, kondisi pakan yang digunakan kondisi tubuh dengan BCS (Body Condition Skor) sedang antara (2,8 - 3,5), tidak ditemukan peradangan, kondisi ovarium dan CL normal dan sapi tidak stress (Anonim., 2009).
Teknik Transfer Embrio Pada temak yang di sinkronisasi 2-3 hari setelah diinjeksi dengan PGF2α terjadi birahi atau pada ternak yang secara alami telah menampakkan gejala birahi maka dilakukan seleksi kondisi korpus luteum (CL) melalui palpasi per rektal.
  • Hari ke-6 setelah birahi dilakukan pemeriksaan CL yang dilaksanakan oleh petugas ATR atau SC maupun Petugas TE
  • Hari ke-7 (siang sampai sore hari) atau pada hari ke-8 (pagi hari), resipien siap di transfer jika setelah diperiksa (palpasi per rektal) CL keadaannya lebih besar dari ovarium atau CL sama besar dengan ovarium. Embrio di transfer secara intrauteri langsung ke apek uterus
  • Embrio segar setelah di flushing dapat ditransfer langsung sedangkan embrio beku disesuaikan dulu suhunya baru di transfer.
Calon resipien dipersiapkan kondisinya seperti kondisi uterus bunting 7 & 8 hari dengan persiapan yang dilakukan sbb:
  • Secara alami
  • Sinkronisasi birahi dengan preparat hormon prostaglandin (PGF2α)
  • Sinkronisasi birahi menggunakan CIDR.

Prosedur Transfer Embrio
  • Siapkan resipien dikandang jepit
  • Bersihkan rektum dari kotoran dengan cara palpasi sambil melaksanakan pemeriksaan CL
  • Bersihkan dan sterilkan bagian sekitar epidural sebelum di anastesi guna menghilangkan kontraksi dari rectum dan uterus
  • Anastesi lokal diantara tulang sakrum dengan tulang coccygeal sebanyak 2,5 ml
  • Bersihkan vulva dengan air hangat dan keringkan dengan tissue dan kapas alkohol untuk desinfeksi.
  • Ambil straw embrio beku dari kontainer, biarkan diselama 6 detik (thawing diudara), kemudian masukkan dalam air bersuhu 30º C selama 30 detik. Siapkan gunting straw, transfer gun dan plastik sheet
  • Straw embrio dilap dengan tissue, potong bagian ujung seal laboratorium, pasang pada gun, dan pasang jacket pelindung, serta glove
  • Buka bibir pulva dan transfer perlahan-lahan, sampai menembus servik, terus ke tanduk uterus dan dorong ke depan dan usahakan tidak terjadi luka pada uterus
  • Usahakan kegiatan f s/d h tidak lebih 15 menit (Anonim., 2009).

Penentuan Jenis Kelamin Pada Embrio
Jenis kelamin yang dibawa secara genetik oleh individu ditentukan oleh pembawa kromosom yang terdapat pada sel telur yang dibuahi, baik oleh pembawa kromosom–x ataupun pembawa kromosom-y yang terdapat di dalam spermatozoa. Jenis kelamin dapat diduga apabila kromosom-x dan kromosom-y dari spermatozoa dapat dipisahkan sebelum inseminasi. Jenis kelamin dapat juga diperkirakan dari embrio hasil transplantasi dari nuclei diploid yang ditanamkan ke dalam enucleated ova, ataupun melalui perkembangan dari sel telur yang telah difertilisasi setelah pengangkatan satu pronucleus. Untuk menentukan apakah kromosom yang dibawa adalah xx (untuk betina) atau xy (untuk jantan) dan ini dapat dilakukan dengan melakukan uji sel untuk sex kromatin atau y-body, analisa kromosom ataupun deteksi dari pada antigen yang berlawanan dengan sel yang mengandung y kromosom.

Metode penentuan jenis kelamin pada embrio ini masih banyak kekurangannya. Dengan teknik ini maka banyak embrio yang rusak ataupun kurang memberikan hasil yang akurat. Selain itu prosedurnya lambat dan biayanya mahal. Namun apabila penentuan jenis kelamin pada embrio ini akan tetap dilakukan maka ada tiga metode untuk penentuan jenis kelamin pada embrio yakni dengan cara:

a. Karyotyping, biopsi (pengambilan jaringan dalam jumlah kecil) dilakukan pada embrio dilanjutkan dengan menanam embrio dengan colchicine atau zat sejenis yang menyebabkan sel berhenti membelah pada stadium metaphase dari mitosis. Setelah beberapa jam sel akan hancur karena tekanan osmosis sehingga preparat akan dapat dicetak dan diwarnai sehingga kromosom dapat diamati di bawah mikroskop. Keuntungan yang didapat dengan menggunakan metode ini adalah satu seri metaphase dari kromosom dapat dibaca (kira-kira separuhnya untuk embrio yang berumur 7 hari). Keuntungan yang lain adalah kromosom yang abnormal dapat dibaca. Implikasi genetik dari penentuan jenis kelamin pada embrio kurang mendapatkan perhatian, hal ini disebabkan karena tidak memberikan keuntungan yang berarti pada laju peningkatan mutu genetik. Kerugian yang ditimbulkan dengan menggunakan metode ini antara lain (a) rangkaian kromosom yang dapat dibaca sering tidak muncul, terutama pada embrio yang mengalami recover sebelum hari ke-10, (b) embrio harus dibiopsi, dan (c) prosedur ini sangat lama (memakan waktu 12 jam, bahkan lebih dan rumit, sehingga harus dilakukan oleh tenaga ahli). Berdasarkan alasan tersebut maka metode ini kurang cocok untuk diterapkan pada kegiatan sehari-hari. Hasil transfer tunggal 8 embrio yang dikoleksi dari sapi FH yang disuperovulasi 7 hari setelah berahi dan dibiopsi menunjukan keberhasilan penentuan jenis kelamin 5 embrio (62,5%) dari paruh embrio yang ditransfer memberikan angka kelahiran 3 ekor. Keberhasilan tingkat kelahiran dengan embrio yang telah ditentukan jenis kelaminnya ini adalah 60%. Pada kesempatan yang lain penulis yang sama, memberikan laporan bahwa transfer dengan menggunakan 28 frozen embrio yang sudah di thawing dengan hasil penentuan jenis kelamin 16 embrio (57,1%), memberikan keberhasilan angka kelahiran sebanyak 3 ekor anak. Tingkat kelahiran dengan menggunakan embrio yang telah ditentukan jenis kelaminnya ini adalah 23,1% (termasuk paruh embrio yang degenerasi dan tidak ditransfer).

b. Penggunaan antibodi pada antigen spesifikjantan (male specific antigen). Pada prosedur ini diperlukan antibodi untuk spesifik molekul permukaan sel pada jaringan jantan. Embrio diinkubasi dengan antibodi, kemudian pada 30–60 menit selanjutnya ditambahkan antibodi yang mengandung zat warna fluorescent. Embrio kemudian diamati dengan menggunakan mikroskop fluorescence. Keuntungan teknik ini adalah pekerjaan dapat dilakukan dalam waktu yang singkat. Sedangkan kerugiannya adalah mahalnya mikroskop fluorescence yang digunakan.

c. Y-chromosome yang spesifik terhadap probe–DNA. Prosedur ini dilakukan berdasarkan teknik biologi molekular. Penempatan probe-DNA dapat dibuat untuk berikatan pada DNA yang ada pada y-chromosom, tidak pada chromosom yang lainnya. Embrio dibiopsi, DNA dikeluarkan dari sel, dengan menggunakan enzim atau dengan menggunakan radioaktif DNA probe yang berlabel, kemudian diinkubasi dengan ekstrak embrional DNA. Apabila terdapat y-chromosomes probe maka akan terikat. Kerugian dari prosedur ini adalah dilakukannya biopsi terhadap embrio, namun hasil yang didapat lebih akurat jika dibandingkan dengan hasil yang menggunakan teknologi terdahulu. Dengan menggunakan ychromosom yang spesifik terhadap probe-DNA, 95% embrio sapi memberikan respons yang baik pada teknik ini dan akurasi dari teknik ini adalah 98% (Lubis., 2000).


Seleksi & Persiapan Donor/Resipien
Keberhasilan pelaksanaan aplikasi TE tidak terlepas dari kondisi donor dan resipien. Untuk itu perlu dilaksanakan seleksi:

l. Seleksi Donor Calon donor yang akan dipakai harus diseleksi dengan kriteria sbb:
  • Memiliki genetik yang unggul (Genetik Superiority)
  • Mempunyai kemampuan reproduksi yang tinggi (High Reproductivity), sehat secara serologis, bebas dari penyakit hewan menular terutama penyakit-penyakit reproduksi seperti Brucellosis, IBR/IPV, EBL, BVD, Leptoirosis, Trichomoniasis dan Vibriosis.
  • Memiliki nilai pasar tinggi
  • Sejarah reproduksi diketahui, mempunyai siklus birahi normal dan kemampuan fertilitas tinggi. Jika telah memenuhi kriteria diatas juga harus diperhatikan cara pemeliharaan ternak pakan yang diberikan sehingga diperoleh kondisi optimum.

2. Seleksi Resipien Pada calon resipien diberikan persyaratan sbb:
  • Umur minimal sudah beranak atau dara yang mempunyai performans yang baik, mempunyai berat badan minimal 300 kg
  • Bebas penyakit menular terutama penyakit reproduksi
  • Sejarah reproduksi tidak menunjukkan gejala infertil, mempunyai siklus estrus normal, tanda birahi terlihat jelas, intensitas lendir birahi normal dan transparan dan mempunyai interval birahi antara l8 -24 hari (Anonim., 2009).


DAFTAR PUSTAKA


Anonim., Laporan pelaksanaan Transfer Embrio. http://www.disnaksumbar.org. Generated: 2 January, 2009, 21:38)

Anonim., Saturday, 03 January 2009. Transfer Embrio. http://www.biotek.lipi.go.id/index.php.

Lubis., A, M. 2000. Pemberdayaan bioteknologi reproduksi Untuk peningkatan mutu genetik ternak. WARTAZOA Vol. 10 No. 1. Balai Penelitian Ternak. Bogor.

PROSES KEBUNTINGAN PADA HEWAN

LEARNING OBJECTIVE
  1. PERISTIWA KEMBAR PADA HEWAN
  2. PROSES KEBUNTINGAN, PARTUS & POST PARTUS

Peristiwa Kembar Pada Hewan
Kebanyakan kembar adalah tipe dyzigot. Kembar ini berasal dari ovulasi dua oocyt selama siklus estrus yang sama. Oocyt ini dibuahi dan akhirnya terimplantasikan di uterus dan kemudian dirawat sampai kelahiran. Kembar bisa sama jenis kelaminnya atau beda. Beberapa kembar adalah monozygot hasil dari fertilisasi satu oocyt, kembar monozygot selalu sama jenis kelaminnya dan secara genetik dan fenotip identik, kecuali bahwa salah satu sering lebih besar dari yang lainnya. Teori-teori yang telah maju meliputi pemisahan cleavage pertama dengan masing-masing sel berkembang bebas dan pembentukan dua massa sel dalam blastocyst yang sama (Anonim., 2004).

Penyebab kebuntingan kembar yaitu 1) Pengaruh lingkungan seprti musim, biasanya dikaitkan dengan perbaikan makanan. Usia induk, 5-6 tahun kemungkinan kejadian kembar sangat tinggi, 8-12 tahun kejadian kembar rendah. Perkawinan dini post partus. Pejantan, dan pemberian FSH. 2) Herediter seperti bangsa, perbedaan induk-pejantan dan turunannya serta kista ovaria jika sembuh kejadian kembar tinggi (Prihatno., 2006).


Proses Kebuntingan, Partus & Post Partus
Periode yang dimulai dari fertilisasi dan berakhir dengan kelahiran atau periode selama seekor hewan mengandung keturunannya. Lama bunting dihitung sebagai interval waktu kawin alami atau inseminasi buatan sampai kelahiran.

Lama bunting pada pada sapi 278-283 hari, domba 147-148 hari, babi 113-114, dan kuda 336-340 hari. Periode kebuntingan dibagi menjadi tiga periode diantaranya:
  1. Periode ovum merupakan periode dimana zigot melepaskan zona pellucidanya dan menjadi blastocyst dan berlangsung sampai dengan pertautanya yang pertama dengan endometrium, dimana kehidupannya bergantung pada cairan oviduk atau uterin milk.
  2. Periode embrio merupakan waktu dari perkembangan blastocyst sampai pada differensiasi dari system organ embrio dan pembentukan placenta yang lebih sempurna.
  3. Periode pertumbuhan fetus merupakan pertumbuhan placenta dan fetus berlangsung sampai kelahiran.
Kelahiran (partus) adalah proses lahir yang dimulai dengan pelunakan dan dilatasi cervix bersamaan dengan kontraksi uterus dan berakhir ketika fetus dan placentanya dikeluarkan. Kelahiran dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium pertama kelahiran berakhir dengan tuntasnya dilatasi cervix dan masuknya fetus ke dalam cervix. Stadium kedua berakhir dengan keluarnya fetus. Dua saidum pertama memakan waktu lebih lama pada betina bunting pertama dari semua spesies daripada betina multipara (kebuntingan kedua atau ketiga). Pengeluaran ketiga terjadi selama stadium ketiga. Ini dapat terjadi dalam waktu 30 menit sesudah pengeluaran fetus, tetapilebih memungkinkan untuk terjadi 3-5 jam kemudian.

Tanda-tanda mendekati kelahiran dapat dilihat selama bulan terakhir kebuntingan seperti rotasi posisi kebuntingan, pertumbuhan kelenjar mammae, perluasan pelvis, vulva akn jadi lunak dan membengkak, ada mucus serta mencari tempat sembunyi (sapi) dan membuat sarang pada babi.

Peristiwa fisiologis dalam kelahiran berupa dilatasi cervix dan kontraksi uterus. Dilatasi cervix disebabkan oleh relaxin ketika bekerja sama dengan kadar estrogen yang meningkat. Kontraksi uterus awal mungkin disebabkan oleh PGF2α ketika terlepas dari endometrium dengan meningkatnya kadar estrogen (Anonim., 2004).

Sesudah kebuntingan dan kelahiran selanjutnya kembali pada estrus yang normal dan kembalinya lingkungan uters ke suatu keadaan yang akan menunjangkebuntingan lainnya. Menyusui akan menunda kembalinya estrus. Sapi yang menyusui mungkin akan dua kali lebih lama dari sapi-sapi yang tidak menyusui sebelum kebalinya estrus. Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi anestrus post-partus meliputi penyakit-penyakit infeksi, gangguan metabolik, infeksi uterus, dan masalah kesehatan.

SINKRONISASI ESTRUS

LEARNING OBJECTIVE
  1. SINKRONISASI ESTRUS
  2. TIMED ARTIFICIAL INSEMINATION
  3. SEXING SPERMATOZOA

Sinkronisasi Estrus
Suatu cara untuk mengatasi problema sulitnya deteksi berahi yaitu dengan cara penerapan teknis sinkronisasi birahi, baik dengan menggunakan sediaan Progesteron dan Prostaglandin (PGF2a). Dengan tehnik ini problema deteksi berahi dapat dieliminir, sehingga pelaksanaan inseminasi buatan dapat dioptimalisasi.

Penyerentakan berahi atau sinkronisasi estrus adalah usaha yang bertujuan untuk mensinkronkan kondisi reproduksi ternak sapi donor dan resipien. Sinkronisasi estrus umumnya menggunakan hormon prostaglandin (PGF2a) atau kombinasi hormon progesteron dengan PGF2a. Penggunaan teknik sinkronisasi berahi akan mampu meningkatkan efisiensi produksi dan reproduksi kelompok ternak, serta mengoptimalisasi pelaksanaan inseminasi buatan, mengurangi waktu dan memudahkan observasi deteksi berahi, dapat menentukan jadwal kelahiran yang diharapkan, menurunkan usia pubertas pada sapi dara, penghematan dan efisiensi tenaga kerja inseminator karena dapat mengawinkan ternak pada suatu daerah pada saat yang bersamaan.

Kesuksesan program sinkronisasi membutuhkan pengetahuan mengenai siklus berahi. Hari ke-0 dari merupakan hari pertama estrus, pada saat ini biasanya perkawinan secara alami terjadi. Hormon estrogen mencapai puncaknya pada hari ke-1 dan kemudian menurun, level progesteron rendah karena Corpus Luteum (CL) belum terbentuk. Ovulasi terjadi 12-16 jam setelah akhir standing estrus. CL yang menghasilkan hormon progesteron terbentuk pada tempat ovulasi dan secara cepat mengalami pertumbuhan mulai dari hari ke-4 sampai ke-7, pertumbuhan ini diikuti dengan peningkatan level progesteron. Mulai hari ke-7 sampai ke-16, CL menghasilkan progesteron dalam level tinggi.

Selama periode ini, 1 atau 2 folikel mungkin menjadi besar, tetapi dalam waktu yang singkat akan mengalami regresi, kira-kira hari ke-16, prostaglandin dilepaskan dari uterus dan menyebabkan level progesteron menjadi turun. Ketika level progesteron menurun, level estrogen meningkat dan folikel baru mulai tumbuh, estrogen mencapai puncaknya pada hari ke-20, diikuti tingkah laku estrus pada hari ke-21. Pada saat ini siklus estrus kembali dimulai.

Proses sinkronisasi dengan menggunakan preparat prostaglandin (PGF2a) akan menyebabkan regresi CL akibat luteolitik, secara alami prostaglandin (PGF2a) dilepaskan oleh uterus hewan yang tidak bunting pada hari ke-16 sampai ke-18 siklus yang berfungsi untuk menghancurkan CL. Timbulnya berahi akibat pemberian PGF2a disebabkan lisisnya CL oleh kerja vasokontriksi PGF2a sehingga aliran darah menuju CL menurun secara drastis, akibatnya kadar progesteron yang dihasilkan CL dalam darah menurun, penurunan kadar progesteron ini akan merangsang hipofisa anterior melepaskan FSH dan LH, kedua hormon ini bertanggung jawab dalam proses folikulogenesis dan ovulasi, sehingga terjadi pertumbuhan dan pematangan folikel. Folikel-folikel tersebut akhirnya menghasilkan hormon estrogen yang mampu memanifestasikan gejala berahi. Kerja hormon estrogen adalah untuk meningkatkan sensitivitas organ kelamin betina yang ditandai dengan perubahan pada vulva dan keluarnya lendir transparan.

Prosedur Sinkronisasi Berahi Sinkronisasi berahi pada kerbau seperti pada sapi, paling umum menggunakan prostaglandin atau senyawa analognya. Dengan tersedianya prostaglandin di pasaran memungkinkan pelaksanaan sinkronisasi berahi di lapangan beberapa senyawa prostaglandin yang tersedia antara lain 1) Reprodin (Luprostiol, Bayer, dosis 15 mg), 2) Prosolvin (Luprostiol, Intervet, dosis 15 mg), 3) Estrumate (Cloprostenol, ICI, dosis 500 μg) dan Lutalyse (Dinoprost, Up John, dosis 25 mg). Cara standar sinkronisasi berahi meliputi 2 kali penyuntikan prostaglandin dengan selang 10-12 hari. Berahi akan terjadi dalam waktu 72-96 jam setelah penyuntikan kedua.

Pelaksanaan inseminasi dilakukan 12 jam setelah kelihatan berahi, atau sekali pada 80 jam setelah penyuntikan kedua. Prosedur yang digunakan adalah: Ternak yang diketahui mempunyai corpus luteum (CL), dilakukan penyuntikan PGF2a satu kali. Berahi biasanya timbul 48 sampai 96 jam setelah penyuntikan. Apabila tanpa memperhatikan ada tidaknya CL, penyuntikan PGF2a dilakukan dua kali selang waktu 11-12 hari. Setelah itu dilakukan pengamatan timbul tidaknya berahi 36-72 jam setelah peyuntikan kedua. Pemberian PGF2á analog dapat menyebabkan luteolisis melalui penyempitan vena ovarica yang menyebabkan berkurangnya aliran darah dalam ovarium. Berkurangnya aliran darah ini menyebabkan regresi sel-sel luteal. Regresi sel-sel luteal menyebabkan produksi progesteron menurun menuju kadar basal mendekati nol nmol/lt, dimana saat-saat terjadinya gejala berahi. Regresi korpus luteum menyebabkan penurunan produksi progesteron (Husnurrizal. 2008).


Timed Artificial Insemination
Inseminasi Buatan (IB) atau kawin suntik adalah suatu cara atau teknik untuk memasukkan mani (sperma atau semen) yang telah dicairkan dan telah diproses terlebih dahulu yang berasal dari ternak jantan ke dalam saluran alat kelamin betina dengan menggunakan metode dan alat khusus yang disebut 'insemination gun'.

Tujuan Inseminasi Buatan:
  • Memperbaiki mutu genetika ternak;
  • Tidak mengharuskan pejantan unggul untuk dibawa ketempat yang dibutuhkan sehingga mengurangi biaya;
  • Mengoptimalkan penggunaan bibit pejantan unggul secara lebih luas dalam jangka waktu yang lebih lama;
  • Meningkatkan angka kelahiran dengan cepat dan teratur;
  • Mencegah penularan / penyebaran penyakit kelamin.
Keuntungan Inseminasi Buatan (IB):
  • Menghemat biaya pemeliharaan ternak jantan;
  • Dapat mengatur jarak kelahiran ternak dengan baik;
  • Mencegah terjadinya kawin sedarah pada sapi betina (inbreeding);
  • Dengan peralatan dan teknologi yang baik sperma dapat simpan dalam jangka waktu yang lama;
  • Semen beku masih dapat dipakai untuk beberapa tahun kemudian walaupun pejantan telah mati;
  • Menghindari kecelakaan yang sering terjadi pada saat perkawinan karena fisik pejantan terlalu besar;
  • Menghindari ternak dari penularan penyakit terutama penyakit yang ditularkan dengan hubungan kelamin (http://www.vet-klinik.com).
Waktu Optimal Inseminasi Pada Beberapa Hewan
Spesies               Waktu ovulasi                                              Waktu optimal inseminasi
Sapi                   29 jam setelah permulaan estrus                  Akhir estrus (12 jam setelah terlihat estrus     pertama kali)
Domba                Akhir estrus                                                 Akhir hari pertama atau awal hari kedua estrus
Babi                    Akhir estrus                                                 Akhir hari pertama atau awal hari kedua estrus
Kuda                  1-2 hari sebelum akhir estrus                         Setiap hari dimulai pada hari ketiga estrus


Sexing Spermatozoa
Pemisahan spermatozoa adalah upaya untuk mengubah perolehan spermatozoa yang berkromosom jenis X atau Y dengan metode tertentu, sehingga berubah dari proporsi normal (rasio alamiah), 50% : 50%. Beberapa hasil penelitian sebelumnya telah dilaporkan bahwa rata-rata kandungan spermatozoa X dan Y dalam semen sapi adalah 49,5 dan 50,5%. Berbagai metode pemisahan spermatozoa X dan Y telah banyak dilakukan. Metode pemisahan tersebut antara lain yaitu sedimentasi, albumin column, sentrifugasi gradien densitas, elektroforesis, H-Y antigen, flow cytometry, dan filtrasi dengan sephadex column. Pemisahan spermatozoa dengan filtrasi sephadex column dapat menghasilkan spermatozoa X 70–75%. Metode pemisahan dengan menggunakan Sephadex G-200 pada lapisan bawah dapat menghasilkan spermatozoa X sebanyak 86%, sedangkan dengan sentrifugasi gradien densitas percoll menghasilkan spermatozoa X pada lapisan bawah sebanyak 89%. Di Amerika untuk menentukan spermatozoa X dan Y menggunakan flow cytometric guna memperoleh kromosom DNA X maupun kromosom DNA Y.

Seleksi jenis kelamin dengan menggunakan albumen (putih telur) merupakan metode yang mudah diaplikasikan di lapang. Selain mudah pelaksanaannya juga bahannya mudah diperoleh dan murah harganya. Hasil penelitian menyatakan bahwa pemisahan kromosom X dan Y dengan menggunakan medium gradient putih telur pada imbangan tris buffer : semen = 1 : 0,5 menunjukkan hasil motilitas lebih dari 40% dan mampu bertahan hingga 6 hari pada suhu 5°C dengan fraksi atas menunjukkan motilitas 53,75%. Penggunaan putih telur cukup efektif sebagai bahan pemisahan spermatozoa X dan Y dengan menghasilkan spermatozoa Y proporsi bawah sebesar 75,8 ± 13%; demikian pula hasil pemisahan spermatozoa dengan menggunakan gradient putih telur yang di IB-kan pada sapi PO memperoleh kebuntingan 40%.

Sementara itu, penggunaan pengencer merupakan hal yang penting dalam pengemasan semen dalam bentuk straw maupun ampul beku. Diharapkan kualitas semen dan viabilitas spermatozoa selama proses pembekuan dapat dipertahankan. Penggunaan pengencer dimaksudkan untuk menjamin kebutuhan fisik dan kimia spermatozoa sehingga kualitas spermatozoa dapat dipertahankan khususnya pada kemampuan kapasitasi. Fungsi pengencer lainnya adalah untuk memperbesar volume semen sehingga setiap satu kali ejakulat dapat digunakan meng-IB ternak betina lebih banyak. Laporan lain menyatakan bahwa fungsi pengencer adalah: (1) memperbanyak volume semen; (2) melindungi spermatozoa dari cold shock; (3) menyediakan zat makanan sebagai sumber energi bagi spermatozoa; (4) menyediakan buffer untuk mempertahankan pH, tekanan osmotic dan keseimbangan elektrolit.

Penentuan spermatozoa X dan Y didasarkan pada ukuran kepala spermatozoa, dimana spermatozoa yang memiliki ukuran kepala lebih kecil dari rataan ukuran kepala, adalah spermatozoa Y. Rataan ukuran besar kepala spermatozoa pada fraksi atas lebih besar dibandingkan dengan fraksi bawah. Hasil pengukuran luas kepala spermatozoa setelah pengenceran dan sentrifugasi bahwa fraksi bawah yang diprediksikan sebagai spermatozoa Y (calon pedet jantan) menunjukan ukurannya lebih kecil 22,2 ± 2,3 μm daripada fraksi atas 28,7 ± 2,7 μm yang diprediksikan sebagai spermatozoa X (calon pedet betina); dengan tingkat kesesuaian semen cair fraksi bawah spermatozoa X sebesar 46% dan Y sebesar 54% (calon pedet jantan); sedangkan tingkat kesesuaian fraksi atas spermatozoa X sebesar 58% dan Y sebesar 42% (calon pedet betina). Penggunaan putih telur cukup efektif sebagai bahan pemisahan spermatozoa X dan Y dengan menghasilkan spermatozoa Y proporsi bawah sebesar 75,8 ± 13%.

Metode sexing dengan menggunakan putih telur merupakan metode yang didasarkan atas perbedaan motilitas spermatozoa X dan Y yang disebabkan oleh perbedaan massa dan ukurannya. Ukuran spermatozoa Y lebih kecil sehingga bergerak lebih cepat atau mempunyai daya penetrasi yang lebih tinggi untuk memasuki suatu larutan. Spermatozoa Y akan bergerak ke bawah sedangkan spermatozoa X tetap berada di lapisan atas (Pratiwi., et all. 2006).


DAFTAR PUSTAKA


Husnurrizal. 2008. Sinkronisasi birahi dengan preparat hormon prostaglandin (pgf2a). Lab. Reproduksi. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala. (http://www.foxitsoftware.com).


Anonim., 2008. Inseminasi Buatan (IB) atau Kawin Suntik. http://www.vet-klinik.com powered. 5 january, 2009, 12:52


Pratiwi., W. C. Pamungkas. Affandhy., & Hartati. 2006. Evaluasi Kualitas Spermatozoa Hasil Sexing Pada Kemasan Straw Dingin Yang Disimpan Pada Suhu 5°C Selama 7 Hari. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.

SIKLUS ESTRUS

LEARNING OBJECTIVE
  1. PENGERTIAN & TANDA-TANDA PUBERTAS
  2. SIKLUS ESTRUS & SIKLUS OVARIUM
  3. HORMON REPRODUKSI BETINA

Pengertian & Tanda-Tanda Pubertas
Pubertas didefinisikan sebagai umur pada saat estrus pertama kali yang disertai ovulasi. Pubertas terjadi ketika gonadotropin dihasilkan oleh hypopysis anterior dalam konsentrasi yang cukup tinggi untuk menginisiasi pertumbuhan folikel dan ovulasi. Pertumbuhan folikel dapat dideteksi beberapa bulan sebelum pubertas (Anonim., 2004).

Sejumlah faktor lingkungan mempunyai pengaruh yang menonjol pada umur saat pubertas. Pada umumnya setiap faktor yang mengurangi kecepatan pertumbuhan, dengan demikian mencegah ekspresi potensial genetik akan menunda pubertas. Faktor lingkungannya seperti makanan, kesehatan, sanitasi, umur, temperatur, hereditas, tingkat pelepasan homon, berat, dan lain sebagainya (Anonim., 2004).

Umur dan berat pada saat pubertas dipengaruhi oleh berbagai faktor genetik. Rata-rata umur pada saat pubertas adalah 4-7 bulan pada babi, 7-10 bulan pada domba, 8-11 bulan pada sapi, 15-24 bulan pada kuda. Berat badan ras-ras dalam satu spesies tertentu tergantung pada ukuran dewasa ras tersebut.

Pubertas normalnya dicapai pada umur 7-12 bulan atau dengan kata lain 2-3 bulan sesudah betina mencapai berat badan dewasa. Jenis anjing kecil pubertasnya lebih awal dari jenis besar, sebab berat badan dewasa dicapai umur lebih awal. Anjing betina memsuki pubertas bebrapa bulan sebelum anjing jantan. Pada anjing beagle umur estrus pertama rata-rata kurang lebih 15 hari (Junaidi., 2001).

Berbagai faktor dapat mempengaruhi permulaan pubertas. Induk jantan dapat mempengaruhi waktu estrus pertama kali pada anak betinanya. Anjing yang hidup bebas dan anjing domestik yang dapat berkelana dengan bebas secara seksual lebih awal dewasanya daripada anjing yang di kennel (Junaidi., 2001).


Siklus Oogenesis & Siklus Estrus
Oogenesis

Pada minggu-minggu pertama masa embrional sel kecambah primitiv pembentuk gamet jantan dan betina disebut gonocyt berkembang di kantung kuning telur. Sel-sel kecambah ini bermigrasi dari kantung kuning telur ke lereng-lereng benih.

Oogonia kemudian ber-proliferasi secara mitosis sesudah diferensiasi kelamin dan memasuki profase dari pembelahan meiosis yang pertama dimana sel-sel tersebut dinamakan oocyt. Diferensiasi kelamin terjadi pada embrio yang berumur 30 hari pada babi, 31 hari pada domba, dan 45 hari pada sapi.

Pertumbuhan oocyt ditandai dengan pembesaran sitoplasma karena penumpukan granula deutoplasma, pembentukan zona pelusida, dan proliferasi folikuler epitel. Sel-sel folikuler ini dapat berfungsi sebagai pemberi makan bagi oocyt.

Pertumbuhan oocyt ada dua fase. Selama fase pertama oocyt tumbuh cepat dan berhubungan erat dengan pertumbuhan folikel ovarii. Ukuran dewasanya tercapai kira-kira pada waktu pertumbuhan antrum dimulai dalam folikel. Selama fase kedua, oocyt tidak bertambah besar, sedangkan folikel ovari yang berespon terhadap hormon-hormon hypofisa bertambah besar diameternya.

Selama fase terakhir pertumbuhan folikel, oocyt mengalami pematangan. Nukleus yang telah memasuki profase pembelahan meiotik selama pertumbuhan oocyt bersiap-siap menjalani pembelahan reduksi. Nukleoli dan selaput inti menghilang dan kromosom memadatkan diri menjadi suatu bentuk yang kompak. Sentrosom membagi diri menjadi dua sentriol dan di sekitarnya terbentuk aster. Kedua aster tersebut bergerak saling menjauhi dan membentuk spindel di antaranya.

Kromosom dalam pasangan diploid dibebaskan dalam sitoplasma dan tersusun dalam dataran katulistiwa spindle (metaphase I). Oocyt primer kini mengalami pembelahan meiotik. Pada pembelahan pertama ini dua sel anak terbentuk yaitu : oocyt sekunder yang mengambil hampir seluruh sitoplasma, dan badan polar yang ukurannya jauh lebih kecil. Pada pembelahan sel kedua, oocyt sekunder membagi diri menjadi ootid dan badan kutub kedua. Kedua badan kutub, mengandung sangat sedikit sitoplasma dan terjebak dalam zona pelusida dan kemudian mengalami regenerasi. Badan kutub tersebut dapat membagi diri lagi sehingga dalam zona pelusida dapat berisi satu, dua, atau tiga zona pelusida.

Oocyt biasanya berada pada tingkat diploten dari profase I selama diestrus, segera sebelum ovulasi, oocyt mungkin mengalami pembelahan meiotik pertama. Pembelahan meiotik kedua mulai terjadi tetapi tidak terselesaikan apabila tidak terjadi pembuahan. Jadi badan kutub kedua terjadi pada waktu pembuahan. Kecuali oocyt primer pada kuda, oocyt sekunderlah yang dibebaskan pada waktu ovulasi. Oocyt terus berkembang sampai pembuahan dan menjadi zigot. Pada proses oogenesis satu oocyt primer berkembang menjadi satu ovum (Toelihere, 1993).


Siklus Estrus
Siklus birahi merupakan interval antara timbulnya satu periode birahi ke permulaan periode birahi berikutnya.

Beberapa hewan liar seperti beruang dan serigala merupakan monoestrus yang mengalami satu periode estrus selama satu tahun. Hewan-hewan betina spesies lain adalah polyestrus karena memiliki banyak periode estrus dalam siklus tertentu menurut musim atau sepanjang tahun.

Siklus birahi umumnya dibagi atas 4 fase yaitu : proestrus, diestrus, metestrus dan diestrus. Beberapa penulis memilih mengelompokkan menjadi 2 fase yakni fase folikuler yang meliputi proestrus dan estrus sedangkan fase luteal atau progestational yang terdiri dari metestrus dan diestrus.

1. Proestrus adalah fase sebelum estrus dimana folikel graaf tumbuh dibawah pengaruh FSH dan estradiol makin bertambah. Sistem reproduksi memulai persiapan ovum dari ovarium. Pada anjing kenaikan vaskulariasi pada endometrium ditandai dengan pendarahan. Cervix mengalami relaxasi gradual dan semakin banyak mensekresikan mukus yang tebal. Pada akhir periode proestrus hewan betina menunjukkan perhatiannya pada hewan jantan. Pada periode ini, sekresi estrogen ke dalam urin meninggi dan mulai terjadi penurunan konsentrasi progesteron dalam darah. Corpus luteum dari periode terdahulu mengalami vakuolisasi degenerasi dan pengecilan secara cepat.

2. Estrus adalah periode yang ditandai oleh keinginan kelamin dan penerimaan pejantan oleh hewan betina, betina akan mencari jantan untuk berkopulasi. Folikel graaf membesar dan matang, ovum mengarah ke pematangan. Tuba falopi menegang, sekresi cairannya bertambah. Uterus berereksi, suplai darah meningkat. Cervix dan vulva mengendor agak edematous. Pada kebanyakan spesies, ovulasi terjadi menjelang akhir periode estrus.

3. Metestrus merupakan periode dimana korpus luteum tumbuh cepat. Progesteron yang dihasilkan oleh korpus luteum menghambat folikel graaf yang lain. Uterus akan mengadakan persiapan seperlunya untuk menerima dan memberi makan pada embrio. Pada sapi, selama bagian permulaan metestrus, epitelium pada karunkula uterus sangat hiperemis dan terjadi hemorrhagia pada kapiler. Hal ini disebut dengan pendarahan metestrus atau perdarahan proestrus yang tidak sama dengan menstruasi pada primata yang terjadi selama menurunnya progesteron. Dan disebabkan oleh tanggalnya lapisan superfisial pada endometrium. Menjelang pertengahan sampai akhir matestrus uterus menjadi agak lunak dan karena pengendoran otot uterus. Apabila kebuntingan tidak terjadi, uterus dan saluran reproduksi selebihnya beregresi ke keadaan kurang aktif yang sama sebelum proestrus yang disebut diestrus.

4. Diestrus adalah periode terakhir dan terlama siklus birahi pada ternak-ternak mamalia. Korpus luteum menjadi matang dan pengaruh progesteron menjadi nyata. Endometrium menjadi lebih tebal, cervix menutup dan lendir vulva mulai kabur dan lengket. Pada akhir periode ini korpus luteum memperlihatkan perubahan retrogresif dan vaskuolisasi secara gradual. Mulai terjadi perkembangan folikel primer dan sekunder dan akhirnya kembali ke proestrus.

5. Anestrus yang fisiologik umumnya ditandai oleh ovarium dan saluran kelamin yang tenang dan tidak berfungsi. Anestrus yang normal diikuti oleh proestrus. Ditandai oleh corpus luteum yang matang, uterus kecil dan mengendor, dan lendir vagina jarang dan lengket (Toelihere, 1993).


Hormon Reproduksi Betina
1. GnRH (Gonadotropin-releasing hormon)

Merupakan suatu neurohormon peptida yang disekresikan hipotalamus dengan organ targetnya hipofisis anterior untuk mensekresikan FSH dan LH. GnRH terdiri dari 10 asam amino meskipun prekursornya terdiri dari 92 asam amino. Inaktivasi dilakukan dengan proteolysis. Pengaturan sekresi FSH dan LH dilakukan berdasar frekuensi sekresi GnRH sebagai umpan balik dari esterogen. Bila frekuensi sekresinya rendah maka akan mempengaruhi sekresi FSH dan bila frekuensinya tinggi maka akan memacu sekresi LH.

2. FSH (Follicl-stimulating hormon)
FSH memacu pertumbuhan folikel menjadi folikel Graff. Sel folikel Graff dewasa melepaskan inhibin yang menghambat sekresi FSH. FSH merupakan hormon glukoprotein yang tiap monomernya terikat dengan gugus gula. Komponen gula mayoritas antara lain fukosa, galaktosa, manosa, galaktosamin, glukosamin dan asam sialic. Komponen protein terdiri dari 2 rantai yakni rantai α yang terdiri dari 52 asam amino dan berperan sebagai protein struktural dan rantai β yang terdiri dari 118 asam amino yang merupakan sisi aktif danberikatan dengan reseptor FSH.

3. Estrogen
Estrogen memacu perkembangan ciri kelamin sekunder, perkembangan endometrium, meningkatkan kadar HDL, menurunkan kadar LDL, dan lain sebagainya. Esterogen merupakan hormon steroid yang disintesis dari kolesterol. Sumber kolesterol utama didapat dari LDL dan asetyl Co-A. Sintesis estrogen dilakukan di folikel, korpus luteum dan plasenta. Pemacu sekresi dan produksi oleh FSH dan LH. Karena merupakan hormon steroid, estrogen mampu masuk ke dalam sel dan berikatan dengan reseptornya yang berada dalam sitoplasama, berbeda dengan hormon kelas lain. Struktur estrogen terdiri dari empat rantai cincin (A-D) dimana perbedaan gugus fungsional menentukan jenis esterogen. Estrogen paling umum antara lain :

· Estriol (C18H24O3); ditandai dengan adanya 2 gugus hidroksil di cincin D. Diproduksi hanya selama kebuntingan di plasenta.
  • Estradiol (C18H24O2); merupakan jenis yang paling aktif dan paling umum ditemui saat pubertas hingga menopaus (17β-estradiol). Ciri khusus struktur ditunjukan oleh adanya 1 gugus hidroksil di cincin D. Estradiol disintesis dari testosteron dengan enzim aromatase. Estradiol juga diproduksi dari estron sulfat (derivat estron) yang direaksikan dengan enzim reduktase 17β-hidroksisteroid.
  • Estron; disintesis dari androstenedion (derivat progesteron) yang dibantu enzim aromatase. Ciri khusus struktur adalah adanya 1 gugus keton pada cincin D.
4. LH (Luteinizing hormon)
Memacu ovulasi, memacu perubahan folikel menjadi korpus luteum dan menyiapkan endometrium untuk implantasi. Sekresi diatur oleh GnRH. Seperti FSH, merupakan glikoprotein yang terdiri dari dua rantai dimana rantai α terdiri dari 92 asam amino sama seperti FSH dan rantai β yang terdiri dari 121 asam amino yang berfungsi sebagai sisi aktif yang berikatan dengan reseptor LH.

5. Progesteron
Merupakan hormon steroid. Progesteron disintesis dari pregnenolon (derivat dari kolesterol). Progesteron merupakan prekursor esterogen dan androgen. Disintesis di korpus luteum, plasenta dan kelenjar adrenal. Efeknya adalah untuk :
  • Mempersiapkan uterus akan kebuntingan.
  • Menurunkan respon imunitas maternal yang kemungkinan mengganggu kesehatan janin.
  • Menurunkan kontraksi otot uterus selama kebuntingan.
  • Menghambat laktasi selama kebuntingan.
6. Oksitosin
Merupakan neurohormon peptida 9 asam amino (Cys-Tyr-Ileu-Glu-Asp-Cys-Pro-Leu-Gly) yang dihubungkan secara siklik oleh jembatan disulfida. Oksitosin bertugas mempersiapkan kelahiran dan laktasi selain itu memacu sekresi susu.

7. Prolaktin
Bertugas untuk menstimulasi glandula mammae dan produksi susu. Strukturnya berupa rantai tunggal polipeptida yang terdiri dari 199 asam amino. Molekul dipadatkan dan dimampatkan oleh tiga ikatan sulfida.

8. Relaksin
Dihasilkan di corpus luteum, ovarium, plasenta dan korion. Selain itu berfungsi juga untuk meluaskan tulang pubis dan melunakkan cervik juga merelaksasi otot uterus untuk persiapan kebuntingan. Struktur berupa heterodimer dua rantai asam amino (masing masing sejumlah 24 dan 29 asam amino) yang dihubungkan oleh jembatan disulfida (en.wikipedia.org).

 
DAFTAR PUSTAKA


Anonim. 2004. Fisiologi Reproduksi Ternak I. Bag. Reproduksi dan Kebidanan. FKH. UGM. Yogyakarta.

Mc. Donald, L E. 1969. Veterinary Endokrinologi and Reproduction. Philadelphia. Lea and Febiger.

Junaidi., A. 2001. Reproduksi dan Obstetri Pada Anjing. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Tolihere., 1993. Inseminasi Buatan Pada Ternak. Angkasa. Bandung.

http ://en.wikipedia.org/wiki/esterogen.htm

http ://en.wikipedia.org/wiki/follicle-stimulating hormone.htm

http ://en.wikipedia.org/wiki/gonadotropin-releasing hormone.htm

http ://en.wikipedia.org/wiki/luteinizing hormone.htm

http ://en.wikipedia.org/wiki/oxytocin.htm

http ://en.wikipedia.org/wiki/progesterone.htm

http ://en.wikipedia.org/wiki/prolactin.htm

http ://en.wikipedia.org/wiki/relaxin.htm

SEMEN BEKU

LEARNING OBJECTIVE
  1. PROSES PEMBUATAN SEMEN BEKU
  2. KANDUNGAN KOMPOSISI SEMEN

Proses Pembuatan Semen Beku
Preservasi Semen pada Domba
Penampungan Semen

Penampungan semen dilakukan dengan vagina buatan yang terdiri atas tabung karet yang berlubang pentil, karet inner liner, karet pengikat, corong karet, dan tabung penampung berskala. Air panas (40-52oC) dimasukkan ke dalam vagina buatan melalui lubang pentil hingga mencapai setengah bagian, kemudian lubang pentil ditutup dan dipompa. Kekenyalan vagina buatan diukur dengan jari jika dirasakan cukup, karet bagian luar vagina buatan diberi vaselin hingga 1/3 bagian panjangnya. Domba betina pemancing (teaser) dimasukkan ke dalam service create, selanjutnya domba pejantan dibiarkan mendekati domba betina pemancing beberapa kali untuk meningkatkan libido dan setelah domba pejantan menaiki pemancing, bagian preputium dipegang, ujung penis diarahkan ke lubang vagina buatan dengan posisi miring. Semen yang tertampung segera dievaluasi secara makroskopis dan mikroskopis.

Pengenceran Semen
Setelah diketahui jumlah volume pengencer sampelsemen dibagi dua bagian, satu bagian diencerkan dengan Sitrat-kuning telur dan satu bagian lagi diencerkan Tris-kuning telur melalui metode pengenceran satu tahap (one step method). Pengenceran dengan metode satu tahap, dilakukan dengan cara memasukkan pengencer melalui dinding gelas erlenmeyer yang berisi semen secara perlahan hingga seluruh pengencer tercampur homogen. Pencampuran antara semen segar dan pengencer dilakukan pada suhu kamar atau menggunakan water bath bersuhu 30oC.

Ekuilibrasi
Proses ekuilibrasi dilakukan setelah sampel semen dicampur dengan masing-masing bahan pengencer pada gelas erlenmeyer yang telah diberi label SKT (sitratkuning telur) dan TKT (tris-kuning telur), berlangsung selama 2 jam di dalam lemari pendingin (refrigerator) bersuhu 5oC. Selama proses ekuilibrasi berlangsung, sampel semen pada setiap perlakuan pengencer sitrat dan tris-kuning telur dilakukan penambahan gliserol sebanyak 7% dari total volume pengencer secara perlahan-lahan melalui dinding gelas Erlenmeyer (proses gliserolisasi) sampai seluruhnya tercampur merata.

Pengisian straw (packing)
Pengisian straw dilakukan dengan menggunakan filler (mikropipet) yang dihubungkan dengan slang plastik pada alat penghisap. Bagian ujung ministraw yang terbuka ditutup dengan cryoseal atau alat sealer. Ministraw dibedakan dalam tiga warna yaitu biru untuk tingkat perlakuan laju penurunan suhu 7oC/menit; kuning untuk tingkat perlakuan laju penurunan suhu 13oC/menit, dan merah untuk tingkat perlakuan laju penurunan suhu 20oC/menit. Sedangkan untuk membedakan jenis pengencer straw ditandai kertas label SKT dan TKT, setiap perlakuan diulang 4 kali.

Pembekuan Semen
Pembekuan semen dilakukan secara manual menggunakan kotak styrofoam, yang dibagi menjadi tiga ruang pembekuan yang sama. Di dalam setiap ruang pembekuan terdapat wadah aluminium penampung N2 cair, dan rak tempat straw dengan ketinggian berbeda, berturut-turut 10, 11 dan 12 cm dari permukaan N2 cair. Bagian atas kotak Styrofoam diisolasi dengan kaca setebal 5 mm, dan pada setiap ruangan diberi lubang untuk memasukkan sensor thermometer digital saat mengamati suhu pembekuan. Proses pembekuan pada setiap ruangan, diawali dengan menuangkan N2 cair ke dalam wadah aluminium pada setiap ruang pembekuan setinggi 5 cm. Selanjutnya straw diletakkan pada rak-rak yang ada, dengan bagian atas ditutup kaca sebagai isolator. Untuk memperoleh suhu pembekuan yang berbeda, straw dibekukan hingga –80oC pada tiga tingkat suhu uap N2 yaitu -95, -105, dan -135oC, yaitu dengan cara mengatur ketinggian rak tempat straw dari permukaan N2 cair, setinggi 12, 11, dan 10 cm. Straw warna biru dibekukan pada ketinggian rak 12 cm di atas permukaan N2 cair, selama 2 menit 50 detik, straw kuning pada ketinggian rak 11 cm selama 1 menit 55 detik, dan straw merah pada ketinggian 10 cm selama 1 menit 45 detik, hingga mencapai suhu pembekuan –80oC.

Evaluasi Semen Beku
Evaluasi semen beku dilakukan setelah straw di thawing di dalam minitub bersuhu 39oC selama 2 menit, sampai semen dalam straw benar-benar mencair, kemudian sampel semen dikeluarkan untuk dievaluasi secara mikroskopis sesuai dengan peubah yang diamati (Herdiawan., 2004).

Preservasi Semen pada Anjing
Spermatozoa dapat bertahan hidup pada ejakulat tanpa pengencer dalam waktu yang singkat sampai maksimal 21 jam. Apabila semen akan digunakan dalam waktu yang agak lama misalnya dikirim ke luar kota maka semen perlu diencerkan dan didinginkan.

Pengencer ditambahkan ke semen untuk mengubah buffer PH; untuk memberikan sumber energi bagi spermatozoa; untuk mencegah pertumbuhan bakteri; dan untuk mencegah kerusakan spermaozoa selama pendinginan, pembekuan, thawing. Beberapa pengencer dapat digunakan untuk pendinginan semen maupun untuk pembekuan semen; dan krioproektan seperti gliserol diperlukan hanya pada pengencer yang digunakan untuk semen beku. Penegencer semen anjing secara komersial telah tersedia, tetapi komposisinya tidak tertulis atau dirahasiakan oleh perusahaan tersebut.

Buffer digunakan untuk menjaga keseimbangan ion dan PH di dalam larutan pengencer. pH optimal dari pengencer semen adalah 6,75 sampai 7,5; osmolalitas optimum adalah 300 sampai 325 mOsm. Penggunaan zwitterionik buffer seperti tris (hydroxymethil) aminomethane (TRIS), dan potassium buffer, seerti potasium hydroxide, telah dilaporkan pada pengencer semen anjing. Sodium sitrat mengikat logam berat pada plasma seminal.

Glukosa, dekstrosa, dan laktosa telah telah dijelaskan sebagai sumber energi pada penegncer semen anjing. Cairan seminal anjing mempunyai konsentrasi fruktosa yang sangat rendah dibandingkan cairan seminal pada spesies lain, kemungkinan disebabkan karena anjing jantan tidak mempunyai vesikula seminalis. Fruktosa dapat digunakan sebagai sumber energi pada spermatozoa anjing.

Kuning telur dan gliserol adalah komponen yang paling sering digunakan dalam pengencer semen anjing untuk melindungi spermatozoa dari cold shock dan kerusakan selama pembekuan dan thawing. Persentase spermatozoa motil ynag progresif sesudah pembekuan adalah tertinggi dengan menggunakan pengencer yang mengandung kuning telur 20 % dari volume, dibandingkan dengan 5 atau 10 %. Gliserol mempunyai berat molekul rendah sehingga dapat memasuki sel spermatozoa dan mengikat air intraseluler, menurunkan pemebentukan es intraselluler dan membantu menghilangkan air dari sel secara perlahan.

Pengawetan semen dengan pendinginan
Persentase sperma motil yang progresif pada sampel yang diawetkan dengan pendinginan pada 4° sampai 5°C menurun secara gradual dengan waktu. Penurunan motilitas yang nyata terjadi lebih cepat pada pengencer yang mengandung 20% kuning telur dari pada pengencer susu skim. Jika susu skim digunakan harus dipanaskan 92°-95° C selama 10 menit untuk denaturasi enzim dalam susu. Untuk mengoptimalkan angka kebuntingan, pengawetan semen anjing dengan pendinginan terbaik digunakan dalam 48 jam setelah koleksi. Semen anjing biasanya diawetkan pada rata-rata 1 bagian semen ke 2-3 bagian pengencer.

Tahapan untuk mendinginkan semen :
Pertama kali dilakukan evaluasi dari kesehatan reproduksi pejantan dengan pemeriksaan fisik lengkap dan evaluasi semen, termasuk kultur semen dan serologi Brucella canis, dan uji untuk gangguan genetik yang khusus untuk ras tersebut. Koleksi semen dapat dilakukan dengan masturbasi pada anjing.

Kemudian pisahkan fraksi kedua (yang kaya spermatozoa) dengan mengganti tabung selama koleksi. Encerkan fraksi yang kaya sperma dengan pengencer I (lihat tabel) pada temperaur kamar, pada rasio 1 bagian semen dengan 2 bagian pengencer. Simpan semen yang telah di encerkan di dalam tabung sentrifus dan utup yang rapat. Masukkan pada kotak styrofoam yang lebih besar dengan 2 ice pack beku, bungkus dengan koran. Kirin ke tempat betina yang membutuhkan sesegera mungkin, idealnya dalam waktu 24 jam.

Pengiriman dapat dilakukan dengan thermos es yang diisi dengan pecahan es. Tabung sentrifus plastik yang telah diisi semen tersebut ditutup rapat kemudian dilindungi dengan menempatkanya didalam kantung yang tertutup, seperti kantung plastik dengan tabung yang berisi semen kemudian ditempatkan dalam thermos diatas pecahan es dan kemudian ditutup yang rapat. Semen harus dengan hati-hati dihangatkan lagi ke suhu 30-35 ° C sebelum digunakan untuk inseminasi.

Pengawetan semen dengan pembekuan
Penggunaan semen beku untuk IB pada anjing tidak seluas seperti pada sapi atau kuda. Anjing jantan harus mempunyai kualias semen ynag sangat bagus dan betina yang akan diinseminasi dengan semen tersebut harus sudah dewasa dan tidak ada gangguan infertilitas atau penyakit pada saluran reproduksinya.

Semen dapat dibekukan di dalam ampul, dalam straw atau dalam pelet. Pelet dibuat dengan mendinginkan semen yang diencerkan dimasukkan kebagian 50-100µl ke dalam solid dry ice, da kemudian disimpan dalam vial nylon yang berlubang pada nitrogen cair. Straw polyvinylchloride (PVC) bervolume 0,25 atau 0, 50 ml dapat diisi dengan semen yang telah diencerkan dan didinginkan, tutup pada ujung akhir dan tutup pada bagian lain, diuapkan diatas uap nitrogen cair dan kemudian straw dimasukkan ke dalam nitrogen cair.

Rata-rata pemebekuan semen anjing yang optimal tergantung pada pengencer dan krioprotektan yang digunakan dan volume dari sampel. Nilai rata-rata pemebkuan dilaporkan bervariasi dari 1, 89 ˚C ke 5 ˚C permenit sampai sampel mencapai - 5˚C, kemudian 10˚C ke 20 ˚C per menit sampai sampel mencapai - 100˚C, sesudahnya sampel dimasukkan ke dalam nirogen cair.

Menjelang penyimpanan jangka panjang semen beku, sempel dari pelet aau straw yang mengandung semen beku yang telah di masukkan ke nitrogen cair paling tidak 5 menit kemudian harus di thawing dan dievaluasi untuk mendapatkan kualitas semen posthawing. Motilitas progresif adalah parameter yang paling sering dinilai untuk evaluasi kualitas spermatozoa anjing yang dithawing setelah pembekuan. Persentase spermatozoa motil yang progresif menurun setelah thawing, dengan nilai yang dilaporkan adalah kurang lebih 50-60%.

Total konsentrasi 100x 106 spermatozoa/ ml digunakan secra rutin untuk pembekuan. Tetapi sewaktu semen dengan kuaitas yang tinggi separuh dari konnsentrasi tersebut, misalnya 50x106spermatozoa dapat digunakan. Dosis IB dari 100-150 juta spermatozoa hidup telah dihubungkan dengan angka konsepsi 75% atau lebih tinggi, tergantung pada kesehatan reproduksi anjing betina waktu inseminasi , dan penempatan semen dalam saluran reproduksi betina.

Metode pembekuan semen anjing telah banyak dilaporkan termasuk teknik menggunakan pengencer dan material. Salah satunya adalah semen yang sudah diencerkan dimasukkan langsung kedalam nirogen cair dan teknik menggunakan methanol sebagai media pembekuan.

Tahapan untuk memproduksi semen beku :
Setelah anjing jantan dievaluasi kesehatan reproduksinya lengkap seperti pada proses untuk pendinginan semen. Pisahkan fraksi yang kaya spermatozoa dengan mengganti tabung selama koleksi. Tambahkan pengencer I, pada suhu kamar, pada perbandingan 1:1. Tempatkan pada suhu refrigerator selama 1 jam. Label 0, 5 ml straw dengan memberikan nomor identitas, nomor hewan, ras, dan tanggal. Tambahkan 2 bagian pengencer II, pada suhu refrigerator , pada empet bagian 0,5 ml selama periode 45 menit untuk konsentrasi final gliserol 4%. Isi straw 0,5 ml, masukkan gelembung udara untuk mencegah ledakan sumbat selama pembekuan, tutup straw , dan tempatkan di suhu refrigerator selama paling tidak 1, 5 jam. Isi dasar dari kotak styrofoam dengan nitrogen cair. Tempatkan straw pada rak 5 cm di atas permukaan nitrogen cair selama 6 menit, kemudian jatuhkan straw ke dalam nitrogen cair. Sesudah paling tidak 5 menit, pindahkan ke kontainer dan thawing satu straw (60 detik pada waterbath 37 oC) untuk menilai kualitas semen post-thawing. Pengiriman sampel semen dalam kanister yang mengandung nitogen cair atau uap nitrogen cair dalam dry shipper. Yang terakhir akan bertahan selama 1-3 minggu ; recharge kanister pada saat kedatangan ditempat tujuan atau timbang setiap hari untuk mengetahui berkurangnya nitrogen cair dan mungkin hawing satu straw. Informasi yang harus dikirim dengan semen termasuk petunjuk thawing, jumlah spermatozoa dalam setiap straw, dan persentase progresif motilitas setelah thawing.

Pengencer untuk pendinginan semen : komponen diencerkan dalam 1000 ml air
Pengencer 1:14, 5 gr Na sitrate ; 12,5 g dekstrose; 250 ml kuning telur; 1000 U/ml K penicillin; 1000µg/ ml streptomisin.800 gr cream (12 % lemak); 200 gr kuning telur ; 1000 U ml benzyl penicillin, 1 mg/ml dihydrostreptomycin.Pengencer untuk semen beku : komponen diencerkan dalam 1000 ml air
Pengencer II:14, 5 gr Na sitrate ; 12,5 gr dekstrose; 250 ml kuning telur; 1000 U/ml K penicillin; 1000µg/ ml streptomisin; 80 ml gliserol 29 gr TRIS; 13,2 gr sodium sitrate; 12,5 gr fruktosa; 200 ml kuning telur; 80 ml gliserol

Thawing
Straw di thawing dalam water bath (thermos) pada 70˚C selama 8 detik. Sesudah thawing, straw harus dipegang secara vertikal, ujung filter dibawah dan penutup (segel ) di atas, kemudian diketok dengan jari agar gelembung udara ditengah straw berpindah keatas. Straw dipotong pada segelnya dan satu tetes semen ditempatkan pada mikroskop slide pada temperatur 37 ˚C dan periksa dengan mikroskop untuk mengetahui kualitas sesudah thawing. Sering spermatozoa perlu beberapa waktu untuk mulai bergerak sesudah thawing, tetapi 2 menit pada plat penghangat sudah cukup untuk mengembalikan motilitasnya.

Pengenceran semen terdiri dari buffer, lemak, nutrisi, antibiotic dan gliserol:
  • Buffer berguna mengontrol pH (yang berupa buffer ialah sodium sitrat, kuning telur, dll)
  • Lemak : melindungi membran sitoplasma dari suhu (susu skim dan kuning telur)
  • Nutrisi : mempertahankan metabolisme sel spermatozoa (glukosa dan fruktosa)
  • Antibiotic : menekan pertumbuhan bakteri (penisilin dan gentamisin sulfat)
  • Gliserol : melindungi spermatozoa ari efek merusak dari proses pendinginan
  • Sitrat : memperbaiki daya hidup spermatozoa, sebagai pengganti penyanggah fosfat dalam pengenceran kuning telur yang berguna untk preservasi daya hidup dan fertilitas spermatozoa (Anonim., 2008).

Kandungan Komposisi Semen
Komposisi semen murni :
  • Fructosa : berguna bagi spermatozoa sebagai sumber energi dalam bergerak.
  • Asam nitrat : menggumpalkan semen setelah ejakulasi
  • Spermin : memberikan bau khas pada sperma.
  • Seminim : merombak lisis sehingga semen mengencer
  • Prostaglandin : untuk melancarkan pengangkutan spermatozoa dalam saluran kelamin jantan dan betina
  • Elektrolit terutama Na, K, Zn, Mg untuk memelihara ph plasma seman
  • Enzim pembuahan, inhibitor, hormon dan asam amino serta protein (Anonim., 2008).
Analisis sperma :
  • Bau saat normalnya khas, tajam dan tidak berbau
  • Warna normal yakni seperti lem, kanji atau putih kelabu
  • Volume ; semen pada sapi dan domba mempunyai volume rendah tetapi konsistensinya tinggi, sedangkan semen kuda dan babi merupakan cairan yang lebih voluminous tetapi dengan konsentrasi sperma rendah.
  • Koagulasi ; semen normal setelah ejakualsi segera menggumpal. Bila langsung encer ketika ditambpung berarti ada gangguan pada vesikula seminalis
  • Viskositas ; kekentalan semen diperiksa dengan alat yang disebut viscometer. Secara sederhana dapat dilakukan dengan jalan mencelupkan batang kaca ke objek yang sudah ditetei semen, diangkat pelan diukur tinggi benang yang terjadi antra batang kaca dan objek sampai batas putus, dan normalnya 3 – 5 cm.
  • PH ; semen diteteskan dengan batang kaca pada kertas PH berukuran warna petunjuk, dan setiap spesies warna tersebut berbeda – beda.
  • Motilitas ; Jumlah yang bergerak maju ialah jumlah spermatozoa semua dikurangi jumlah mati. Dianggap normal jiak motil laju > 40 %. Menurut Rehan et al. yang normal % motilnya ialah 63 ± 16 SD dengan range 10 – 95, namun penelitian melaporkan spermatozoa yang tidak bergerak belum tentu mati, mungkin ada sesuatu zat cytotoxin atau antibody yang membuat nya tidak bergerak.
  • § Morfologi ; Semen diwarnai dengan giemsa untuk melihat morfologinya, faktor yang membuat abnormal : penyakit alergi, terlalu sering ejakulasi, gangguan pada epididimis, stress dan gangguan hormonal dan saraf (Wildan., 1992).
Pada kancil warna semennya kekuningan, densitas kental, volume 30µl, konsentrasi 102.75±17.8x106 spermatozoa/ml, motilitas 40±1.1%, abnormalitas 21.03±1.05%, viabilitas 63±9.3%. Seminal plasma kancil mengandung protein 65 mg/100ml, 10,2-11.5 mg/100ml fruktosa, 22.07-24.5 mg/100ml sorbitol, 35.03-40.12 mg/100mlasam sitrat, 91.1-94.7 mg/ 100ml sodium, 0.1 mg/100ml potasium, 12.8-124.4 mg/100ml kalsium, 0.8-126.6 mg/100ml magnesium dan 10.17-11.2 mg/100ml khlorida. Pada SDS PAGE ditemukan sebanyak masing-masing 11 protein pada kisaran 15-218 kDa, dan pada kisaran 38-296 kDa.

Morfologi spermatozoa kancil mirip dengan spermatozoa ruminasia atau hewan domestik umumnya. Kepala pada spermatozoa berbentuk pipih dengan ujung membulat berukuran panjang 5.6µm dan lebar 4.8µm. Panjang keseluruhan spermatozoa (kepala-ekor) pada kancil yaitu 36.52µm. Berdasarkan ukuran, spermatozoa kancil adalah yang terkecil diantara hewan ruminansia. Akrosom dan membran spermatozoa kancil masing-masing mengandung senyawa yang berperan pada proses fisiologis spermatozoa, yaitu senyawa karbohidrat dengan residu gula galaktosa 1-3 dan D-N-Asetilgalaktosamin dan karbohidrat dengan residu gula D-N-Acetilglukosamin dan sialic acid.

Pada uji daya tahan/daya hidup, pada spermatozoa dengan medium tris-kuning telur yang disimpan pada 4oC selama 5 hari, motilitas spermatozoa hilang pada hari pertama penyimpanan, sedangkan viabilitas masih ditemukan sampai dengan hari kelima penyimpanan. Pada percobaan fertilisasi in vitro antara spermatozoa kancil dengan oosit mencit, terlihat spermatozoa kancil dapat memasuki oosit (tanpa zona pelusidal) dan membentuk pronukleus (http://web.ipb.ac.id/).



DAFTAR PUSTAKA


Anonim., 2008. Reproduksi dan Konservasi Hewan. Bag.Reproduksi dan Kebidanan. FKH.UGM. Yogyakarta.

Herdiawan., 2004. Pengaruh Laju Penurunan Suhu dan Jenis Pengencer Terhadap Kualitas Semen Beku Domba Priangan.

Wildan, Yatim. Reproduksi dan Embriologi.1994. Tarsito. Bandung.

http://web.ipb.ac.id/

BREEDING SOUNDNESS EXAMINATION

LEARNING OBJECTIVE
  1. STANDAR “BREEDING SOUNDNESS EXAMINATION
  2. TINGKAH LAKU KAWIN HEWAN JANTAN
  3. PERISTIWA YANG TERJADI PADA BULL (EKSTRINSIK & INSTRINSIK)
STANDAR “BREEDING SOUNDNESS EXAMINATION
Breeding Soundness Examination (BSE) adalah pemeriksaan kemampuan dari bull untuk memproduksi sperma. Breeding Soundness Examination (BSE) dilakukan oleh dokter hewan dan pemeriksaan harus dilakukan paling lambat 30-60 hari sebelum musim perkawinan.

Pemeriksaan Breeding Soundness Examination (BSE) dibagi menjadi 3 yaitu:
  1. Diameter Scrotum
  2. Evaluasi fisik
  3. Evaluasi semen
Diameter scrotum
Ukuran diameter testis merupakan pelengkap dari pemeriksaan BSE. Diameter dari testis berhubungan langsung jumlah sperma yang dihasilkan oleh pejantan. Setiap gram testis dapat memproduksi 15 juta sperma/hari. Total produksi sperma paling sedikit 6 milyar perhari. Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa besarnya ukuran testis sapi jantan merupakan faktor keturunan.

Table 1: Minimum Recommended Scrotal Circumference in Centimeters by Age for Bullsa.
                             Umur (Bulan)               Keliling Skrotum (cm)
                                    15                                  30
                               >15 18                                31
                               >18 21                                32
                               >21 24                                33
                                   >24                                 34
(Adapted from the Breeding Soundness Evaluation Form, Society for Theriogenology, Hastings, NE).


Evaluasi fisik
Evaluasi fisik meliputi penampilan keseluruhan dari bull tersebut. Pemeriksaan dilakukan secara internal dan eksternal.
Internal, pemeriksaan transrektal digunakan untuk mengevaluasi kesehatan organ atau saluran reproduksi sekunder sapi pejantan yang meliputi uretra, prostat, vesikula seminalis, ampulla dan vas deferen. Abnormalitas biasanya terjadi inflamasi pada vesikula seminalis, kondisi tersebut dapat menyebabkan hewan pejantan menjadi infertil.

Eksternal, evaluasi bentuk scrotum adalah bagian terpenting dalam pemeriksaan eksternal. Idealnya, sapi jantan harus cukup gemuk, yang mempunyai BCS 6 merupakan standar untuk tubuh sapi sebelum dilakukan proses perkawinan. Produksi sperma hanya terjadi ketika suhu agak lebih rendah dari tubuh. Bentuk scrotum dapat mempengaruhi produksi sperma. Sebagai contoh sapi jantan yang mempunyai bentuk scrotum dan testis menempel atau melekat pada tubuh memiliki masalah dengan pengaturan suhu sehingga dapat menyebabkan subfertil. Sebagai alternative, sapi jantan dengan scotum yang terlalu menggantung dapat menyebabkan subfertil yang lebih besar karena kecenderungan mengayun dan rusak.

Palpasi testis dan epididimis dan pemeriksaan penis dapat mendeteksi abnormalitas yang dapat mempengaruhi performan dari perkawinan. Pemeriksaan kesehatan secara lengkap dari fisik atau kondisi hewan. Sapi jantan harus mempunyai bentuk yang baik dan penglihatan yang baik. Sapi sapi tersebut harus mampu berjalan dengan jarak yang panjang, kepincangan, radang sendi (arthritis), tapak kaki abses dan penyakit pada telapak kaki tidak hanya mempengaruhi kemampuan kawin tetapi juga mempengaruhi produksi sperma apabila sapi jantan menghabiskan waktu dengan berbaring. Abnormalitas pada sapi tersebut dapat mempengaruhi kualitas dan produksi semen.


Evaluasi semen
Motilitas semen, parameter standar untuk motilitas sperma tidak lebih dari 30%. Motilitas dari sperma tidak seharusnya digunakan sebagai ukuran kesuburan dari pejantan tersebut, hal ini dikarenakan faktor dari suhu, waktu, konsentrasi, kontaminasi dan metode evaluasi dapat mempengaruhi nilai motilitas semen.

Morpologi semen, morpologi normal sperma adalah 70%. Abnormalitas dari semen dibagi menjadi 2 yaitu faktor utama dan faktor sekunder, tergantung seperti apakah cacat yang terjadi didalam testis atau setelah sperma meninggalkan testis.
Abnormalitas dapat terjadi dari berbagai faktor seperti keturunan, kondisi yang stress, infeksi, meningkatnya suhu testis atau juga faktor lain. Abnormalitas yang terjadi dapat bersifat sementara ataupun permanen, maka sapi pejantan harus diuji lagi 6 sampai 8 minggu kemudian (www.vet-klinik.com).


Pemeriksaan Fisik
Kondisi tubuh sapi jantan harus bagus saat BSE karena sapi jantan akan kehilangan kondisi baik berat badan maupun staminanya selama musim kawin. Sistem lokomosi sapi jantan harus baik supaya dapat mendekati sapi betina dan mengawini sapi itu. Sistem penglihatan sapi jantan juga harus baik karena sapi jantan mengidentifikasi sapi betina estrus dengan matanya dan bukan dengan penciumannya. Jadi kalau matanya sakit, ia tak akan dapat mengetahui sapi yang estrus

Keadaan gigi sapi juga harus dicek karena sapi jantan perlu makan untuk tetap kuat selama musim kawin. Ada dua metode untuk mengetahui libido sapi jantan, yang pertama adalah dengan 'one bull method'. Metode ini membutuhkan satu sapi muda yang belum beranak yang direstrain. Sapi jantan diberi waktu 10 sampai 15 menit untuk melakukan mounting paling tidak sekali. Kalau sapi jantan tidak melakukan mounting dikatakan gagal dan harus mencoba lagi.Yang kedua adalah dengan 'multiple bull method' yang menggunakan 4 sapi muda yang belum beranak di dalam suatu daerah yang telah digarisi dengan 5 sapi jantan. Setiap sapi jantan harus mengawini setidaknya 3 kali dalam 40 menit.

Pemeriksaan penis. Ketika sapi jantan berejakulasi, pastikan sapi jantan mampu utnuk mengeluarkan penisnya. Phimosis adalah keadaan dimana sapi jantan tidak bisa mengeluarkan penisnya dan paramphimosis adalah keadaan dimana sapi jantan tidak bisa menarik penisnya masuk. Panjang penis yang dibutuhkan adalah penis harus mencapai hampir diantara kaki depan. Sapi jantan yang yang memiliki penis yang kecil tidak baik untuk pengawinan. Fibropapiloma pada penis sapi jantan mengakibatkan hemorrhage selama kawin dan mengakibatkan infertility

Pemeriksaan testis, bentuk skrotum penting untuk termoregulasi dari testis. Testis harus dilihat konsistensi dan ukurannya. Skrotum harus memiliki ’tangkai’. Testes harus bebas bergerak dalam skrotum dan testes seharusnya simetris. Testes dapat berotasi hingga 40 derajat dan ligamen scrotal dapat menyebabkan testes bisa ditarik dorsal dan caudal. Ukuran testes berkorelasi dengan produksi sperma sapi jantan dan usia pubertas anak sapi.

Penting juga untuk melakukan pemeriksaan epididimis untuk memastikan ada tidaknya epididimis dan epididimis tersebut tidak abnormal. Sapi jantan dengan testes kecil akan menghasilkan sperma yang lebih sedikit, pubertas yang lebih lambat untuk keturunannya, serta degenerasi estes yang lebih cepat. Keliling testes diukur dari bagian terlebar dari skrotum (www.vetmes.lsu.edu).


TINGKAH LAKU KAWIN HEWAN JANTAN
Peristiwa dalam tingkah laku hewan secara berurutan adalah keinginan seksual, percumbuan, ereksi, menaiki betina, intromisi ( insersi penis), ejakulasi, dan turun dari punggung betina. Peristiwa ini hanya berlangsung secara singkat pada domba dan sapi. Pada kuda dan babi, lama percumbuan dan kopulasi diperpanjang, dengan kopulasi sendiri kira-kira 10-20 menit pada babi.

Dalam pola percumbuan dari spesies terdapat beberapa perbedaan dan persamaan. Vokalisasi terjadi pada kebanyakan spesies, berupa lenguhan (bellowing) pada sapi, ringkikan (neighing) pada kuda, atau dengkur (grunt) pada babi dan domba. Membau (sniffing) genital betina dan urinasi terlihat pula. Pada sapi, domba dan kuda jantan akan menegakkan lehernya dan mencibirkan bibir atasnya. Berbagai rangsangan taktil termasuk menjilat-jilat dan menggigit merupakan bagian dari pola percumbuan pada kebanyakan pejantan. Seain itu, hewan jantan akan mencoba melindungi betinanya, memisahkannya dari jantan dan betina lain. Dengan demikian, jantan yang dominan mencegah kopulasi jantan yang kurang dominan.

Regulasi Tingkah Laku Kawin
Pengaruh hormon testosteron akan meningkatkan aktivitas seksual sampai suatu ambang tertentu. Testosteron juga berinteraksi dengan faktor lain dalam memperoleh respon penuh.

Interaksi seksual dan sosial. Pengalaman sosial perkembangan sebelum mencapai pubertas merupakan hal-hal yang penting untuk memperoleh aktivitas seksual yang penuh. Jantan-jantan yang dipelihara dalam isolasi yang sempurna tidak pernah berkembang tingkat aktivitas seksualnya setinggi jantan-jantan yang dipelihara dalm kelompok sosial.

Indera tertentu sangat penting untuk respon kawin jantan. Indera pembau, peraba, dan penglihat mungkin paling penting, seperti pada betina. Feromon yang ditemukan dalam urin betina merupakan rangsangan terhadap hewan jantan. Ereksi dan ejakulasi serta perawatan libido, kelelahan seksual, dan kejenuhan seksual (anonim., 2003/2004).


PERISTIWA YANG TERJADI PADA BULL (EKSTRINSIK & INSTRINSIK)
Dari hasil pemeriksaan semen pada bull skenario, semen menunjukkan gerakan massa (+), motilitasnya 60%, dan konsentrasi spermatozoanya < 1 juta/ml. jika dibandingkan dengan referensi sumber-sumber data:

Peringkat gerakan massa :
  • 0 = tidak ada gerakan
  • + = gerakan lambat
  • ++ = gerakan cepat, pusaran pada ujung
  • +++ = gerakan berpusar

Motilitas sperma yang bagus adalah 60% jika dalam kondisi optimal dan jika tidak sedang dalam kondisi optimal motilitas > 30% sudah cukup.
Konsentrasi spermatozoa pada sapi yang baik adalah 1200 juta/ml, sehingga dari data tersebut, bull memiliki konsentrasi spermatozoa yang kurang, gerakan massa lambat, tetapi memiliki motilitas yang bagus.



DAFTAR PUSTAKA


Anonim., 2003/2004. Diktat Fisiologi Reproduksi Ternak I. Bag. Reproduksi & Kebidanan. FKH. UGM. Yogyakarta.

Mark F. Spire, 2008. Food Animal Health and Management Center. Kansas State University.

http://www.vetmed.lsu.edu/eiltslotus/theriogenology-5361/bull.htm

http://www.vetmed.lsu.edu/eiltslotus/Theriogenology-5361/stallion.htm

http://www.vet-klinik.com/