Senin, 31 Januari 2011

RESPON IMUN

LEARNING OBJECTIVE
  1. RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI VIRUS
  2. VAKSIN

1. Respon Imun Terhadap Infeksi Virus
Resistensi dan pemulihan pada infeksi virus bergantung pada interaksi antara virus dan inangnya. Pertahanan inang bekerja langsung pada virus atau secara tidak langsung pada replikasi virus untuk merusak atau membunuh sel yang terinfeksi. Fungsi pertahanan non-spesifik inang pada awal infeksi untuk menghancurkan virus adalah mencegah atau mengendalikan infeksi, kemudian adanya fungsi pertahanan spesifik dari inang termasuk pada infeksi virus bervariasi bergantung pada virulensi virus, dosis infeksi, dan jalur masuknya infeksi.
Sistem imun pada unggas bekerja secara umum seperti sistem imun pada mamalia. Stimulasi antigenik menginduksi respons imun yang dilakukan sistem seluler secara bersama-sama diperankan oleh makrofag, limfosit B, dan limfosit T. Makrofag memproses antigen dan menyerahkannya kepada limfosit. Limfosit B, yang berperan sebagai mediator imunitas humoral, yang mengalami transformasi menjadi sel plasma dan memproduksi antibodi. Limfosit T mengambil peran pada imunitas seluler dan mengalami diferensiasi fungsi yang berbeda sebagai sub-populasi.

Antigen eksogen masuk ke dalam tubuh melalui endosistosis atau fagositosis. Antigen-presenting cell (APC) yaitu makrofag, sel denrit, dan limfosit B merombak antigen eksogen menjadi fragmen peptida melalui jalan endositosis. Limfosit T mengeluarkan subsetnya, yaitu CD4, untuk mengenal antigen bekerja sama dengan Mayor Hystocompatablity Complex (MHC) kelas II dan dikatakan sebagai MHC kelas II restriksi. Antigen endogen dihasilkan oleh tubuh inang. Sebagai contoh adalah protein yang disintesis virus dan protein yang disintesis oleh sel kanker. Antigen endogen dirombak menjadi fraksi peptida yang selanjutnya berikatan dengan MHC kelas I pada retikulum endoplasma. Limfosit T mengeluarkan subsetnya, yaitu CD8, mengenali antigen endogen untuk berikatan dengan MHC kelas I, dan ini dikatakan sebagai MHC kelas I restriksi (Tizard., 1982).
Limfosit adalah sel yang ada di dalam tubuh hewan yang mampu mengenal dan menghancurkan bebagai determinan antigenik yang memiliki dua sifat pada respons imun khusus, yaitu spesifitas dan memori. Limfosit memiliki beberapa subset yang memiliki perbedaan fungsi dan jenis protein yang diproduksi, namun morfologinya sulit dibedakan. Limfosit berperan dalam respons imun spesifik karena setiap individu limfosit dewasa memiliki sisi ikatan khusus sebagai varian dari prototipe reseptor antigen. Reseptor antigen pada limfosit B adalah bagian membran yang berikatan dengan antibodi yang disekresikan setelah limfosit B yang mengalami diferensiasi menjadi sel fungsional, yaitu sel plasma yang disebut juga sebagai membran imunoglobulin. Reseptor antigen pada limfosit T bekerja mendeteksi bagian protein asing atau patogen asing yang masuk sel inang.
Sel limfosit B berasal dari sumsum tulang belakang dan mengalami pendewasaan pada jaringan ekivalen bursa. Jumlah sel limfosit B dalam keadaan normal berkisar antara 10 dan 15%. Setiap limfosit B memiliki 105 B cell receptor (BCR), dan setiap BCR memiliki dua tempat pengikatan yang identik. Antigen yang umum bagi sel B adalah protein yang memiliki struktur tiga dimensi. BCR dan antibodi mengikat antigen dalam bentuk aslinya. Hal ini membedakan antara sel B dan sel T, yang mengikat antigen yang sudah terproses dalam sel.
Jajaran ketiga sel limfoid adalah natural killer cells (sel NK) yang tidak memiliki reseptor antigen spesifik dan merupakan bagian dari sistem imun nonspesifik. Sel ini beredar dalam darah sebagai limfosit besar yang khusus memiliki granula spesifik yang memiliki kemampuan mengenal dan membunuh sel abnormal, seperti sel tumor dan sel yang terinfeksi oleh virus. Sel NK berperan penting dalam imunitas nonspesifik pada patogen intraseluler. Antibodi diproduksi oleh sistem imun spesifik primer pada pemulihan pada infeksi virus dan pertahanan pada serangan infeksi virus. Sel T lebih berperan pada pemulihan infeksi virus. Sitotoksik sel T (CTLs) atau CD8 berperan pada respons imun terhadap antigen virus pada sel yang diinfeksi dengan cara membunuh sel yang terinfeksi untuk mencegah penyebaran infeksi virus.
Sel T helper (CD4) adalah subset sel T yang berperan membantu sel B untuk memproduksi antibodi. Limfokin disekresikan oleh sel T untuk mempengaruhi dan mengaktivasi makrofag dan sel NK sehingga meningkat secara nyata pada penyerangan virus. Patogen yang mampu dijangkau oleh antibodi adalah hanya antigen yang berada pada peredaran darah dan di luar sel, padahal beberapa bakteri patogen, parasit, dan virus perkembangan replikasinya berada di dalam sel sehingga tidak dapat dideteksi oleh antibodi. Penghancuran patogen ini membutuhkan peran limfosit T sebagai imunitas yang diperantarai oleh sel. Limfosit T mengenal sel yang terinfeksi virus, virus yang menginfeksi sel bereplikasi di dalam sel dengan memanfaatkan sistem biosintesis sel inang. Derivat antigen dari replikasi virus dikenal oleh limfosit T sitotoksik. Sel tersebut mampu mengontrol sel yang terinfeksi sebelum replikasi virus dilangsungkan secara lengkap. Sel T sitotoksik merupakan ekspresi dari molekul CD8 pada permukaannya.

Respon Imun Terhadap Viral
Interferon merupakan suatu klas glikoprotein dengan berat molekul yang bervariasi menurut cara yang dipakai untuk merangsang pembentukannya. α – IFN berasal dari leukosit yang tertulari virus, β – IFN berasal dari fibroblas yang tertulari virus dan γ – IFN suatu limfokin dari sel T yang terangsang antigen. Interferon beraksi pada sel yang tidak tertulari, dengan mendepres DNA nya sehingga sel tersebut menghasilkan protein yang dikenal sebagai protein penghambat translasi (PPT). PPT sebaliknya dapat menghambat pengambilalihan ribosom sel oleh asam ribonukleat (ARN) virus dan dengan demikian menghambat replikasi virus. (Tizard, I, 1982)

Penghancuran Virus Dan Sel Yang Tertulari Virus Oleh Antibody
Sebagai protein, kapsid virus adalah antigenik dan terhadap kapsid inilah dan terhadap amplop tanggap kebal antiviral sebagian besar ditunjukkan. Antibody dapat menghancurkan virus atau mencegah infeksi sel dengan berbagai cara. Pengikatan antibody dengan virus tidak perlu dengan sendirinya virisidal, karena pemisahan ikatan kompleks virus- antibody menyebabkan terlepasnya virus yang menulartetapi antibody dapat bertindak melindungi sel terhadap infeksi dengan jalan menghalangi absobrsi virus terselubungi antibody pada sel targetnya, merangsang fagositosis oleh makrofag, dengan memulai virolisis yang diperantai komplemen atau dengan menyebabkan penggumpalan virus, jadi mengurang jumlah satuan infeksi yang tersedia untuk invasi sel. (Tizard., 1982).

Innate Immunity & Adaptive Immunity
Mekanisme innate immunity menyediakan pertahanan awal infeksi/peradangan, beberapa mekanismenya untuk mencegah infeksi (seperti epitel barrier) dan lainnya untuk mengeliminasi mikroba (seperti fagosit, NK cell dan komplemen). Respon imun adaptive berkembang kemudian, dan ditengahi oleh limfosit dan produknya. Antibody memblok infeksi dan mengeliminasi mikroba, dan limfosit T membasmi mikroba intrasel, Gerakan respon imun innate dan adaptive diperkirakan dan mungkin bertukar-tukaran dengan infeksi yang berbeda. (Lichtman,. Abas., 2006).

Properties of adaptive immune respons
  • Feature: Functional significance
  • Specificity: Memastikan bahwa beda antigens menimbulkan tanggapan yang spesific
  • Diversity: Memungkinkan sistem kebal untuk bereaksi terhadap suatu variasi yang besar dari antigens
  • Memory: Memimpin untuk meningkatkan respon ekspose diulangi kepada yang sama antigens
  • Clonal expansion: Menambah jumlah antigen spesifik limfosit untuk menjaga jarak dengan mikroba
  • Specialization: Menghasilkan respon yang optimal untuk pertahanan terhadap tipe mikroba yang berbeda- beda
  • Contraction and homeostatis: Mengijinkan system imun untuk merespon antigen yang baru ditemui
  • Nonreactivity to self: Mencegah luka hospes selama respon terhadap antigen asing (Lichtman,. Abas, 2006).
Fase dari adaptive immune respons
Adaptive immune respons mengandung fase yang berbeda- beda, tiga yang pertama menjadi pengenalan antigen, aktivasi limfosit, dan eliminasi antigen (atau fase efektor). Respon menurun, antigen menstimulasi limfosit mati lewat proses apoptosis, pemugaran homeostasis, dan sel antigen spesifik bertahan sebagai respon menjadi sel memori. Durasi dari tiap fase mungkin bertukar-tukaran dengan immune respons yang berbeda. Proses ini terjadi pada kedua system imunitas, yaitu imunitas humoral (mediatornya adalah limfosit B) dan imunitas seluler (mediatornya adalah limfosit T). (Lichtman,. Abas, 2006)


2. Vaksin
Vaksinasi, atau imunisasi, adalah suntikan yang merangsang ketahanan tubuh kita terhadap infeksi tertentu. Misalnya, sebagian besar orang diimunisasi terhadap beberapa infeksi waktu bayi. Dibutuhkan beberapa minggu setelah disuntik sehingga sistem kekebalan tubuh bereaksi pada vaksin yang disuntikkan. Sebagian besar vaksin dipakai untuk mencegah infeksi. Tetapi, beberapa yang lain membantu tubuh kita untuk melawan infeksi yang sudah ada. Vaksin ini disebut ‘vaksin terapeutik.’ Ada beberapa vaksin terapeutik sedang diteliti dan diuji coba terhadap HIV (Anonim., 2009).
Vaksin ‘hidup’ memakai bentuk kuman yang dilemahkan. Vaksin jenis ini dapat menimbulkan penyakit yang ringan, kemudian sistem kekebalan mengambil alih untuk mencegah terhadap penyakit yang parah. Vaksin lain yang ‘dinonaktifkan’ (inactivated) tidak memakai kuman yang hidup. Dengan vaksin jenis ini, kita tidak mengalami penyakit, tetapi tubuh kita masih dapat membentuk keamanannya (Anonim., 2009).
Vaksin dapat menimbulkan efek samping. Dengan vaksin hidup, kita mungkin mengalami penyakit yang ringan. Dengan vaksin yang dinonaktifkan, kita mungkin meng- alami kesakitan, kemerahan, dan bengkak di tempat yang disuntik. Kita juga mungkin merasa lemas, kelelahan, atau mual selama waktu yang singkat (Anonim., 2009).



DAFTAR PUSTAKA


Anonim., 2009. Vaksinasi Dan HIV. Yayasan Spiritia. The AIDS InfoNet. Jakarta. http://www.aidsinfonet.org

Lichtman, Andrew, H. Abas, Abul, K. 2006. Basic Immunology. China: Saunders Elsevier

Tizard., I. 1982. Imunologi Veteriner. Philadelphia: W. B Saunders Company

1 komentar: