Sabtu, 12 Februari 2011

AVIAN INFLUENZA

LEARNING OBJECTIVE
1. PENYAKIT INFLUENZA, MELIPUTI;
  • ETIOLOGI
  • PATOGENESIS
  • GEJALA KLINIS
  • DIAGNOSIS
  • DIFFERENSIAL DIAGNOSA
  • PENGENDALIAN & PENCEGAHAN

Penyakit Influenza, Meliputi;
Etiologi
Flu Burung adalah influenza pada unggas yang disebabkan oleh virus Avian Influenza (AI) dari famili Orthomyxoviridae. Virus AI terdiri atas 3 tipe antigenik yang berbeda, yaitu A, B dan C, juga mempunyai sub-tipe yang dibagi berdasarkan permukaannya yaitu Hemaglutinin (HA) dan Neuraminidase (NA), yang terbagi menjadi 16 sub-tipe H dan 9 sub-tipe N. Virion menciri dari virus influenza A adalah membulat dan berdiameter 100 nm tetapi lebih sering ditemukan bentuk yang lebih besar dan tidak beraturan. Terdapat 8 protein virion, lima darinya merupakan protein struktural dan 3 berkaitan dengan polimerase RNA. Terdapat 2 jenis polimer, molekul hemaglutinin (H) bentuk batang, yang merupakan trimer dan molekul neuramidase (N) bentuk jamur yang merupakan tetramer. Kedua molekul H dan N itu merupakan lipoprotein dan membawa epitop khusus-subtipe (Nazaruddin., 2008).
Sifat Virus avian influenza adalah dapat meng-hemaglutinasi sel darah merah unggas, virus influenza ini dapat bertahan hidup pada di air sampai 4 hari pada suhu 220C dan lebih dari 30 hari pada suhu 00C. Di dalam tinja unggas dan dalam tubuh unggas yang sakit dapat bertahan lebih lama. Namun, virus ini sensitif terhadap panas pada suhu 560C selama 3 jam atau 600C selama 30 menit, suasana asam pada pH 3 (Nazaruddin., 2008).
Hospes; Virus influenza H5N1 pada awalnya diperkirakan menyebar melalui burung-burung liar yang secara periodik melakukan migrasi pada setiap perubahan musim. Virus kemudian menular ke peternakan unggas. Pada awalnya virus itu hanya mampu menginfeksi dan menyebabkan kematian dalam waktu singkat pada sejumlah besar unggas (Nazaruddin., 2008).

Schematic representation of influenza A virus.
http://www.vetscite.org/publish/articles/000041/print.html

Genom virus influenza A dan B terdiri dari 8 segmen terpisah ditutupi oleh protein nukleokapsid. Bersama-sama membuat ribonukleoprotein (RNP), dan tiap segmen memiliki kode untuk protein fungsional yang penting;
  1. Polymerase protein B2 (PB2)
  2. Polymerase Protein B1 (PB1)
  3. Polymerase protein (PA)
  4. Haemagglutinin (H atau HA)
  5. Protein nukleokapsid (NP)
  6. Neuraminidase (N atau NA)
  7. Protein matriks (M); M1 memebangun matriks hanya dalam virus influenza A, M2 berfungsi sebagai pompa saluran ion untuk menurunkan atau mempertahankan endosom
  8. Protein non-struktural (NS); Fungsi NS2 adalah hipotetis (Kamps.,et all. 2007).
Polymerase RNA-RNA aktif, yang bertanggung jawab untuk replikasi dan transkripsi, dibentuk dari PB2, PB1, dan PA. polymerase tersebut memiliki aktivitas endonuklease dan diikat RNP. Protein NS1 dan NS2 memiliki fungsi pengaturan untuk mendorong sintesis komponen-komponen virus dalam sel terinfeksi (Kamps.,et all. 2007).
Selubung virus adlah dua lapis membrane lemak yang berasal dari sel produksi virus yang mengandung penonjolan yang jelas dibentuk oleh H dan N, juga protein M2. Lapisan lemak menutupi matriks yang dibentuk oleh protein M1. Virus influenza C mengandung tujuh segmen genom, pemrukaannya hanya mempunyai satu glikoprotein (Kamps.,et all. 2007).

Patogenesis
Patogenesitas merupakan suatu interaksi antara hospes dan virus, maka suatu virus influenza yang bersifat patogenik terhadap satu spesies unggas belum tentu bersifat patogenik untuk spesies yang lainnya. Target jaringan atau organ suatu virus mungkin mempengaruhi tingkat patogenesitasnya. Virus AI dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok yaitu bentuk akut yang disebut dengan Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) dan yang bentuk ringan disebut Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI). Virus pada unggas yang mempunyai subtipe H5 atau H7 telah diketahui mempunyai hubungan yang erat dengan penyakit yang bersifat patogenik, sebaliknya banyak juga virus influenza A subtipe H5 atau H7 yang bersifat tidak patogen (Tabbu., 2000).
Cara penularan; Di alam, yang bertindak sebagai reservoir utama virus AI adalah unggas air antara lain itik liar, dalam tubuhnya ditemukan semua subtipe yang ada dan dapat bersembunyi pada saluran pernapasan dan saluran pencernaan dan menyebar ke unggas lain melalui inhalasi. Penyebaran flu burung dapat melalui induk semang, virus dapat menginfeksi segala jenis unggas, sumber penularan terutama pada waktu unggas air yang bermigrasi dan tingkat patogennya tergantung dari subtipe virus, spesies unggas dan faktor lingkungan. Penularan avian influenza dapat terjadi melalui kontak langsung antara ayam sakit dengan ayam yang peka. Ayam yang terinfeksi mengeluarkan virus dari saluran pernapasan konjungtiva dan feses (Nazaruddin., 2008).
Penularan juga dapat terjadi secara tidak langsung, misalnya melalui udara yang tercemar oleh material/debu yang mengandung virus influenza, makanan/minuman, alat/perlengkapan peternakan, kandang, pakaian, kendaraan, peti telur, nampan telur, burung dan mamalia yang tercemar virus influenza Lalat juga mempunyai peranan dalam menyebarkan virus AI. Tinja yang mengandung virus avian influenza dalam 1 gram dapat menginfeksi ayam sebanyak satu juta ekor (Nazaruddin., 2008).
Agen infeksi lain, faktor lingkungan/stress dapat berpengaruh pada berat/ringannya dari suatu penyakit. Unggas yang sembuh menjadi carier, sebagai pembawa sifat (Ambar., 2005). Faktor-faktor yang mempengaruhi penularan flu burung yaitu kepadatan penduduk dan kepadatan unggas, virus yang bersirkulasi (H5N1), biosekuriti yang menurun, kerentanan daya tahan tubuh manusia dan hewan (Nazaruddin., 2008).
  1. Mula- mula virion menempel pada reseptor sel tropisma melalui protein hemaglutinin.
  2. Proses endositosis ini akan berlangsung beberapa waktu, berdasarkan pengamatan sekitar 10 menit, proses endositosis dan pelepasan selubung telah mencapai 50 %, proses ini sampai semua segmen RNA ke luar ke dalam sitoplasma.
  3. Segmen- segmen tersebut masuk ke dalam nucleus dan mengalami transkripsi, untuk merubah bentuk (-)RNA menjadi (+)RNA.
  4. Sebagian segmen keluar kembali ke sitoplasma untuk mempersiapkan protein selubung untuk dipakai oleh virus baru yang akan dihasilkan. Protein yang dimaksud adalah HA, NA, M dan NS.
  5. Delapan segmen yang berada di inti selditambah dengan segmen RNA yang masih tersisa di sitoplasma melakukan replikasi, yaiu perbanyakan RNA. Virus RNA lain, replikasi di luar inri. Selama di dalam inti, AI menggunakan bahan- bahan yamg diperlukan dari dalam inti sel inang. Proses ini yang memudahkan terjadi proses Antigen drift dan Antigen shift.
  6. Segmen RNA yang sudah mengalami replikasi, keluar ke sitoplasma untuk dibungkus dengan protein HA, NA, M, serta NS, menjadi anak AI yang siap dilepas dari sel hospes. Untuk bisa keluar, virus ini harus menempel pada reseptor dalam sel hospes. Penempelan ini dilakukan oleh protein neuroaminidase, berlangsung selama 2 jam sejak infeksi (Rahardjo., 2004).
Gejala Klinis
Masa inkubasi virus avian influenza bervariasi antara 1-3 hari, masa inkubasi tersebut tergantung pada dosis virus, rute kontak dan spesies unggas yang diserang. Gejala penyakit sangat bervariasi dan tergantung pada spesies unggas terinfeksi, subtipe virus dan faktor lingkungan (Nazaruddin., 2008).
Gejala yang terlihat dapat berbentuk gangguan pada saluran pernapasan, pencernaan, reproduksi dan sistem saraf (Rahardjo., 2004). Gejala awal yang dilaporkan adalah penurunan nafsu makan, emasiasi, penurunan produksi telur, gejala pernapasan seperti batuk, bersin, menjulurkan leher, hiperlakrimasi, bulu kusam, pembengkakan (oedema) muka dan kaki, sianosis pada daerah kulit yang tidak berbulu, gangguan saraf dan diare. Gejala tersebut dapat berdiri sendiri atau dalam bentuk kombinasi (Nazaruddin., 2008).
Burung puyuh yang mati menunjukkan gejala klinis, seperti kotoran putih kehijauan, tidak nafsu makan, dan lemas. Proses kematian tidak terlalu mendadak seperti gejala AI sebelumnya. Morbiditas dan mortalitas bervariasi dan tergantung pada spesies unggas, virus, umur, lingkungan (kadar amoniak, ventilasi) dan adanya infeksi sekunder. Morbiditas dapat sangat tinggi, tetapi sebaliknya mortalitas rendah. Pada avian influenza yang disebabkan oleh virus yang sangat patogen, maka mortalitas dan morbiditas dapat mencapai 100%. Mortalitas biasanya meningkat antara 10-50 kali dari hari sebelumnya dan mencapai puncaknya pada hari ke-6 sampai ke-7 setelah timbulnya gejala (Tabbu., 2000).
Faktor predisposisi seperti lingkungan yang jelek, penggunaan vaksin virus hidup dan infeksi sekunder oleh virus, bakteri serta mikoplasma dapat memperparah gejala klinis. (Nazaruddin., 2008).

Perubahan Patologik
Perubahan Makroskopik
Perubahan Makroskopik yang ditemukan pada unggas sangat bervariasi menurut lokasi tempat lesi itu ditemukan, derajat keparahan, spesies unggas, dan patogenesitas dari virus.
a. Bentuk ringan (Low Pathogenic Avian Influenza)
Pada sinus mungkin ditemukan adanya salah satu atau campuran eksudat kataralis, fibrinus, serofibrinus, mukopurulen atau kaseus. Edema disertai eksudat dari serous sampai kaseus pada trakhea. Kantong udara menebal mengandung eksudat fibrinus atau kaseus. Pada peritoneum tampak adanya peritonitis fibrinus dan egg peritonitis. Pada sekum dan usus ditemukan adanya enteritis kataralis sampai fibrinous (Tabbu., 2000).
b. Bentuk akut (Highly Pathogenic Avian Influenza)
Apabila unggas mati dalam waktu yang singkat, maka biasanya tidak ditemukan adanya perubahan mikroskopik tertentu oleh karena lesi pada jaringan belum sempat berkembang Pada sejumlah kasus dapat ditemukan kongesti, hemoragi, transudasi dan nekrosis. Jika penyakit ini melanjut, maka kerap kali akan ditemukan adanya foki neurotik pada hati, limpa, ginjal dan paru (Tabbu., 2000).
Perubahan mikroskopik
Lesi yang ditimbulkan oleh fowl plaque ditandai adanya edema, hyperemia, hemoragik dan perivascular cuffing sel limfoid, terutama pada miokardium, limpa, paru, otak, balung dan dengan frekuensi yang lebih rendah pada hati dan ginjal. Perubahan degenerasi dan nekrosis pada hati, limpa dan ginjal. Lesi pada otak adanya foci nekrosis, perivascular cuffing sel limfoid, gliosis, proliferasi pembuluh darah dan nekrosis neuron. Beberapa virus avian influenza A yang bersifat sangat patogenik kerapkali menimbulkan nekrosis miokardium dan miokarditis (Tabbu., 2000).

Diagnosis
Koleksi sampel diambil dari saluran pernapasan (trakea, paru, kantong udara, eksudat sinus) dan saluran pencernaan (Beard., 1989). Infeksi sistemik yang disebabkan oleh virus highly pathogenic dimana terjadi viremia, setiap organ dapat digunakan untuk isolasi virus. Hewan laboratorium yang sering digunakan untuk penelitian adalah ayam, kalkun, dan itik. Virus ini juga bereplikasi pada musang, kucing, hamster, tikus, kera dan babi. Isolasi virus dapat dilakukan pada telur ayam berembrio yang SPF (Specific Pathogen Free) umur 10-11 hari, menggunakan jaringan trachea, paru-paru, limpa, otak, dan atau usapan kloaka ayam sakit atau mati karena virus bereplikasi di dalam saluran respirasi dan atau saluran pencernaan, hingga embrio mati dalam 42-72 jam (Tabbu., 2000; Nazaruddin., 2008).
Pemeriksaan serologis dapat digunakan untuk mengetahui adanya pembentukan antibodi terhadap virus avian influenza A, yang dapat diamati pada hari ke-7 sampai ke-10 pasca infeksi. Uji serologi yang sering digunakan adalah uji hemaglutinasi inhibisi (HI) untuk mengetahui adanya antibodi terhadap hemaglutinin (H) dan agar gel presipitasi (AGP) untuk mengetahui adanya antibodi terhadap neuramidase (N). Uji lain untuk mengetahui adanya pembentukan antibodi adalah netralisasi virus (VN), neuraminidase-inhibition (NI), enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), antibodi monoklonal, dan hibridisasi in situ. Pada kasus-kasus di lapangan sering menggunakan teknik immunoflourescence untuk mengetahui adanya virus influenza dengan cepat (Tabbu., 2000).

Differensial Diagnosa
Diagnosa banding dari virus avian Influenza adalah Newcastle Disease (ND), Pigeon Paramyxovirus, Infectious Bronchitis (IB), Swollen Head Syndrome (SHS), Avian Mikoplasmosis. Dari tingkat keganasannya avian Influenza mirip dengan Newcastle Disease karena gejala klinis dan perubahan patologi anatominya sama. Avian Influenza juga mirip dengan Infectious Laryngotracheitis (ILT) berdasarkan gejala gangguan pernapasan dan adanya eksudat bercampur darah dalam lumen trakhea Selain itu AI juga mirip dengan penyakit bakterial akut misalnya kolera dan colibacillosis (Nazaruddin., 2008).

Pengendalian & Pencegahan
Avian influenza tidak dapat diobati, pemberian antibiotik/antibakteri hanya untuk mengobati infeksi sekunder oleh bakteri atau mycoplasma. Pengobatan suportif dengan multivitamin perlu juga dilakukan untuk proses rehabilitasi jaringan yang rusak (Tabbu., 2000).
Tindakan pencegahan lain yang dapat dilakukan adalah mencegah kontak antara unggas dengan burung liar atau unggas liar, depopulasi atau pemusnahan terbatas di daerah tertular, pengendalian limbah peternakan unggas, surveilans dan penelusuran, pengisian kandang kembali atau peremajaan, penerapan kebersihan kandang, penempatan satu umur dalam peternakan, manajemen flock all-in/all-out, penyemprotan dengan desinfektan terhadap kandang sebelum pemasukan unggas atau ayam baru, penerapan stamping out atau pemusnahan menyeluruh di daerah tertular baru dalam menangani wabah HPAI untuk menghindari resiko terjadinya penularan kepada manusia, karena bersifat zoonosis, peningkatan kesadaran masyarakat, serta monitoring dan evaluasi (Nazaruddin., 2008).
Pencegahan yang lain adalah mencuci tangan dengan sabun cair pada air yang mengalir sebelum dan sesudah melakukan suatu pekerjaan, Tiap orang yang berhubungan dengan bahan yang berasal dari saluran cerna unggas harus menggunakan pelindung (masker, kacamata khusus), Mengkonsumsi daging ayam yang telah dimasak dengan suhu 800 C selama satu menit, telur unggas dipanaskan dengan suhu 640 C selama lima menit (Nazaruddin., 2008).



DAFTAR PUSTAKA

Kamps.; Hoffmann.; Preiser. 2007. Influenza Report. Indeks. Jakarta. Hal. 102-103

Nazaruddin., W. 2008. Avian Influenza Pada Unggas. http://www.vet-klinik.com/Perunggasan/Avian-Influenza-Pada-Unggas.html. Diakses Pada Tanggal; 2/12/2011 5:43:52

Rahardjo., Y. 2004. Avian Influenza, Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasan: Hasil Investigasi Kasus Lapangan. Jakarta: PT Gallus Indonesia Utama

Tabbu., C.R. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya. Volume I. Kanisius. Yogyakarta. Hal. 232-243.

2 komentar:

  1. This is a brilliant writing and very pleased live22 login to find this site. I couldn’t discover to much different information on your blog. I will surely be back again to look at some other important posts that you have in future.

    BalasHapus
  2. You got a really useful blog 918kiss malaysia trusted company I have been here reading for about half an hour. I am a newbie and your post is valuable for me.

    BalasHapus