Jumat, 28 Januari 2011

SINKRONISASI ESTRUS

LEARNING OBJECTIVE
  1. SINKRONISASI ESTRUS
  2. TIMED ARTIFICIAL INSEMINATION
  3. SEXING SPERMATOZOA

Sinkronisasi Estrus
Suatu cara untuk mengatasi problema sulitnya deteksi berahi yaitu dengan cara penerapan teknis sinkronisasi birahi, baik dengan menggunakan sediaan Progesteron dan Prostaglandin (PGF2a). Dengan tehnik ini problema deteksi berahi dapat dieliminir, sehingga pelaksanaan inseminasi buatan dapat dioptimalisasi.

Penyerentakan berahi atau sinkronisasi estrus adalah usaha yang bertujuan untuk mensinkronkan kondisi reproduksi ternak sapi donor dan resipien. Sinkronisasi estrus umumnya menggunakan hormon prostaglandin (PGF2a) atau kombinasi hormon progesteron dengan PGF2a. Penggunaan teknik sinkronisasi berahi akan mampu meningkatkan efisiensi produksi dan reproduksi kelompok ternak, serta mengoptimalisasi pelaksanaan inseminasi buatan, mengurangi waktu dan memudahkan observasi deteksi berahi, dapat menentukan jadwal kelahiran yang diharapkan, menurunkan usia pubertas pada sapi dara, penghematan dan efisiensi tenaga kerja inseminator karena dapat mengawinkan ternak pada suatu daerah pada saat yang bersamaan.

Kesuksesan program sinkronisasi membutuhkan pengetahuan mengenai siklus berahi. Hari ke-0 dari merupakan hari pertama estrus, pada saat ini biasanya perkawinan secara alami terjadi. Hormon estrogen mencapai puncaknya pada hari ke-1 dan kemudian menurun, level progesteron rendah karena Corpus Luteum (CL) belum terbentuk. Ovulasi terjadi 12-16 jam setelah akhir standing estrus. CL yang menghasilkan hormon progesteron terbentuk pada tempat ovulasi dan secara cepat mengalami pertumbuhan mulai dari hari ke-4 sampai ke-7, pertumbuhan ini diikuti dengan peningkatan level progesteron. Mulai hari ke-7 sampai ke-16, CL menghasilkan progesteron dalam level tinggi.

Selama periode ini, 1 atau 2 folikel mungkin menjadi besar, tetapi dalam waktu yang singkat akan mengalami regresi, kira-kira hari ke-16, prostaglandin dilepaskan dari uterus dan menyebabkan level progesteron menjadi turun. Ketika level progesteron menurun, level estrogen meningkat dan folikel baru mulai tumbuh, estrogen mencapai puncaknya pada hari ke-20, diikuti tingkah laku estrus pada hari ke-21. Pada saat ini siklus estrus kembali dimulai.

Proses sinkronisasi dengan menggunakan preparat prostaglandin (PGF2a) akan menyebabkan regresi CL akibat luteolitik, secara alami prostaglandin (PGF2a) dilepaskan oleh uterus hewan yang tidak bunting pada hari ke-16 sampai ke-18 siklus yang berfungsi untuk menghancurkan CL. Timbulnya berahi akibat pemberian PGF2a disebabkan lisisnya CL oleh kerja vasokontriksi PGF2a sehingga aliran darah menuju CL menurun secara drastis, akibatnya kadar progesteron yang dihasilkan CL dalam darah menurun, penurunan kadar progesteron ini akan merangsang hipofisa anterior melepaskan FSH dan LH, kedua hormon ini bertanggung jawab dalam proses folikulogenesis dan ovulasi, sehingga terjadi pertumbuhan dan pematangan folikel. Folikel-folikel tersebut akhirnya menghasilkan hormon estrogen yang mampu memanifestasikan gejala berahi. Kerja hormon estrogen adalah untuk meningkatkan sensitivitas organ kelamin betina yang ditandai dengan perubahan pada vulva dan keluarnya lendir transparan.

Prosedur Sinkronisasi Berahi Sinkronisasi berahi pada kerbau seperti pada sapi, paling umum menggunakan prostaglandin atau senyawa analognya. Dengan tersedianya prostaglandin di pasaran memungkinkan pelaksanaan sinkronisasi berahi di lapangan beberapa senyawa prostaglandin yang tersedia antara lain 1) Reprodin (Luprostiol, Bayer, dosis 15 mg), 2) Prosolvin (Luprostiol, Intervet, dosis 15 mg), 3) Estrumate (Cloprostenol, ICI, dosis 500 μg) dan Lutalyse (Dinoprost, Up John, dosis 25 mg). Cara standar sinkronisasi berahi meliputi 2 kali penyuntikan prostaglandin dengan selang 10-12 hari. Berahi akan terjadi dalam waktu 72-96 jam setelah penyuntikan kedua.

Pelaksanaan inseminasi dilakukan 12 jam setelah kelihatan berahi, atau sekali pada 80 jam setelah penyuntikan kedua. Prosedur yang digunakan adalah: Ternak yang diketahui mempunyai corpus luteum (CL), dilakukan penyuntikan PGF2a satu kali. Berahi biasanya timbul 48 sampai 96 jam setelah penyuntikan. Apabila tanpa memperhatikan ada tidaknya CL, penyuntikan PGF2a dilakukan dua kali selang waktu 11-12 hari. Setelah itu dilakukan pengamatan timbul tidaknya berahi 36-72 jam setelah peyuntikan kedua. Pemberian PGF2á analog dapat menyebabkan luteolisis melalui penyempitan vena ovarica yang menyebabkan berkurangnya aliran darah dalam ovarium. Berkurangnya aliran darah ini menyebabkan regresi sel-sel luteal. Regresi sel-sel luteal menyebabkan produksi progesteron menurun menuju kadar basal mendekati nol nmol/lt, dimana saat-saat terjadinya gejala berahi. Regresi korpus luteum menyebabkan penurunan produksi progesteron (Husnurrizal. 2008).


Timed Artificial Insemination
Inseminasi Buatan (IB) atau kawin suntik adalah suatu cara atau teknik untuk memasukkan mani (sperma atau semen) yang telah dicairkan dan telah diproses terlebih dahulu yang berasal dari ternak jantan ke dalam saluran alat kelamin betina dengan menggunakan metode dan alat khusus yang disebut 'insemination gun'.

Tujuan Inseminasi Buatan:
  • Memperbaiki mutu genetika ternak;
  • Tidak mengharuskan pejantan unggul untuk dibawa ketempat yang dibutuhkan sehingga mengurangi biaya;
  • Mengoptimalkan penggunaan bibit pejantan unggul secara lebih luas dalam jangka waktu yang lebih lama;
  • Meningkatkan angka kelahiran dengan cepat dan teratur;
  • Mencegah penularan / penyebaran penyakit kelamin.
Keuntungan Inseminasi Buatan (IB):
  • Menghemat biaya pemeliharaan ternak jantan;
  • Dapat mengatur jarak kelahiran ternak dengan baik;
  • Mencegah terjadinya kawin sedarah pada sapi betina (inbreeding);
  • Dengan peralatan dan teknologi yang baik sperma dapat simpan dalam jangka waktu yang lama;
  • Semen beku masih dapat dipakai untuk beberapa tahun kemudian walaupun pejantan telah mati;
  • Menghindari kecelakaan yang sering terjadi pada saat perkawinan karena fisik pejantan terlalu besar;
  • Menghindari ternak dari penularan penyakit terutama penyakit yang ditularkan dengan hubungan kelamin (http://www.vet-klinik.com).
Waktu Optimal Inseminasi Pada Beberapa Hewan
Spesies               Waktu ovulasi                                              Waktu optimal inseminasi
Sapi                   29 jam setelah permulaan estrus                  Akhir estrus (12 jam setelah terlihat estrus     pertama kali)
Domba                Akhir estrus                                                 Akhir hari pertama atau awal hari kedua estrus
Babi                    Akhir estrus                                                 Akhir hari pertama atau awal hari kedua estrus
Kuda                  1-2 hari sebelum akhir estrus                         Setiap hari dimulai pada hari ketiga estrus


Sexing Spermatozoa
Pemisahan spermatozoa adalah upaya untuk mengubah perolehan spermatozoa yang berkromosom jenis X atau Y dengan metode tertentu, sehingga berubah dari proporsi normal (rasio alamiah), 50% : 50%. Beberapa hasil penelitian sebelumnya telah dilaporkan bahwa rata-rata kandungan spermatozoa X dan Y dalam semen sapi adalah 49,5 dan 50,5%. Berbagai metode pemisahan spermatozoa X dan Y telah banyak dilakukan. Metode pemisahan tersebut antara lain yaitu sedimentasi, albumin column, sentrifugasi gradien densitas, elektroforesis, H-Y antigen, flow cytometry, dan filtrasi dengan sephadex column. Pemisahan spermatozoa dengan filtrasi sephadex column dapat menghasilkan spermatozoa X 70–75%. Metode pemisahan dengan menggunakan Sephadex G-200 pada lapisan bawah dapat menghasilkan spermatozoa X sebanyak 86%, sedangkan dengan sentrifugasi gradien densitas percoll menghasilkan spermatozoa X pada lapisan bawah sebanyak 89%. Di Amerika untuk menentukan spermatozoa X dan Y menggunakan flow cytometric guna memperoleh kromosom DNA X maupun kromosom DNA Y.

Seleksi jenis kelamin dengan menggunakan albumen (putih telur) merupakan metode yang mudah diaplikasikan di lapang. Selain mudah pelaksanaannya juga bahannya mudah diperoleh dan murah harganya. Hasil penelitian menyatakan bahwa pemisahan kromosom X dan Y dengan menggunakan medium gradient putih telur pada imbangan tris buffer : semen = 1 : 0,5 menunjukkan hasil motilitas lebih dari 40% dan mampu bertahan hingga 6 hari pada suhu 5°C dengan fraksi atas menunjukkan motilitas 53,75%. Penggunaan putih telur cukup efektif sebagai bahan pemisahan spermatozoa X dan Y dengan menghasilkan spermatozoa Y proporsi bawah sebesar 75,8 ± 13%; demikian pula hasil pemisahan spermatozoa dengan menggunakan gradient putih telur yang di IB-kan pada sapi PO memperoleh kebuntingan 40%.

Sementara itu, penggunaan pengencer merupakan hal yang penting dalam pengemasan semen dalam bentuk straw maupun ampul beku. Diharapkan kualitas semen dan viabilitas spermatozoa selama proses pembekuan dapat dipertahankan. Penggunaan pengencer dimaksudkan untuk menjamin kebutuhan fisik dan kimia spermatozoa sehingga kualitas spermatozoa dapat dipertahankan khususnya pada kemampuan kapasitasi. Fungsi pengencer lainnya adalah untuk memperbesar volume semen sehingga setiap satu kali ejakulat dapat digunakan meng-IB ternak betina lebih banyak. Laporan lain menyatakan bahwa fungsi pengencer adalah: (1) memperbanyak volume semen; (2) melindungi spermatozoa dari cold shock; (3) menyediakan zat makanan sebagai sumber energi bagi spermatozoa; (4) menyediakan buffer untuk mempertahankan pH, tekanan osmotic dan keseimbangan elektrolit.

Penentuan spermatozoa X dan Y didasarkan pada ukuran kepala spermatozoa, dimana spermatozoa yang memiliki ukuran kepala lebih kecil dari rataan ukuran kepala, adalah spermatozoa Y. Rataan ukuran besar kepala spermatozoa pada fraksi atas lebih besar dibandingkan dengan fraksi bawah. Hasil pengukuran luas kepala spermatozoa setelah pengenceran dan sentrifugasi bahwa fraksi bawah yang diprediksikan sebagai spermatozoa Y (calon pedet jantan) menunjukan ukurannya lebih kecil 22,2 ± 2,3 μm daripada fraksi atas 28,7 ± 2,7 μm yang diprediksikan sebagai spermatozoa X (calon pedet betina); dengan tingkat kesesuaian semen cair fraksi bawah spermatozoa X sebesar 46% dan Y sebesar 54% (calon pedet jantan); sedangkan tingkat kesesuaian fraksi atas spermatozoa X sebesar 58% dan Y sebesar 42% (calon pedet betina). Penggunaan putih telur cukup efektif sebagai bahan pemisahan spermatozoa X dan Y dengan menghasilkan spermatozoa Y proporsi bawah sebesar 75,8 ± 13%.

Metode sexing dengan menggunakan putih telur merupakan metode yang didasarkan atas perbedaan motilitas spermatozoa X dan Y yang disebabkan oleh perbedaan massa dan ukurannya. Ukuran spermatozoa Y lebih kecil sehingga bergerak lebih cepat atau mempunyai daya penetrasi yang lebih tinggi untuk memasuki suatu larutan. Spermatozoa Y akan bergerak ke bawah sedangkan spermatozoa X tetap berada di lapisan atas (Pratiwi., et all. 2006).


DAFTAR PUSTAKA


Husnurrizal. 2008. Sinkronisasi birahi dengan preparat hormon prostaglandin (pgf2a). Lab. Reproduksi. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala. (http://www.foxitsoftware.com).


Anonim., 2008. Inseminasi Buatan (IB) atau Kawin Suntik. http://www.vet-klinik.com powered. 5 january, 2009, 12:52


Pratiwi., W. C. Pamungkas. Affandhy., & Hartati. 2006. Evaluasi Kualitas Spermatozoa Hasil Sexing Pada Kemasan Straw Dingin Yang Disimpan Pada Suhu 5°C Selama 7 Hari. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar